Kamis, 29 September 2016

CONTOH KASUS PENDANAAN BANK YANG BERASAL DARI PIHAK KE-2 DAN PIHAK KE-3





CONTOH KASUS PENDANAAN BANK YANG BERASAL DARI PIHAK KE-2 DAN PIHAK KE-3

PAPER
diajukan guna melengkapi tugas Matakuliah Pengantar Ilmu Administrasi Bisnis







Oleh
o Ainur Rofi                  (140910202009)
o Desi Indayani             (140910202046)
o Ratna Aprilian S. R   (140910202048)







JURUSAN ILMU ADMINISTRASI BISNIS
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2015




CONTOH KASUS PENDANAAN BANK YANG BERASAL DARI PIHAK KE-2 DAN PIHAK KE-3

v Dana yang bersumber dari lembaga lainnya (Dana Pihak Ke-2)
Sumber dana yang kedua ini merupakan tambahan jika bank mengalami kesulitan dalam pencarian sumber dana yang pertama. Pencarian dana ini relatif lebih mahal dan sifatnya hanya sementara waktu saja.  Kemudian dana yang diperoleh dari sumber ini digunakan untuk membiayai atau membayar transaksi-transaksi tertentu. Perolehan dana dari sumber ini antara lain dapat diperoleh.
1.        Kredit Likuiditas dari Bank Indonesia, merupakan kredit yang diberikan bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami likuiditasnya. Kreditnya likuidatas ini juga diberikan kepada pembiayaan sektor-sektor tertentu.
2.        Pinjaman antar bank (interbank call money). Pinjaman ini ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan menutup kliring (karena kalah kliring) atau dapat juga untuk memenuhi kebutuhan pemenuhan saldo Giro Wajib Minimum (GMW) di Bank Indonesia. Jangka waktu pinjaman ini umumnya relatif sangat singkat (overnight call money) dengan menggunakan instrumen srtifikat deposito, promes, dan Surat Berharga Pasar Uang (SPBU).
3.        Repurchase Agreement atau disebut dengan “Rps atau “Repos” adalah penjualan surat berharga sesuai dengan waktu yang diperjanjikan dengan harga yang ditetapkan di muka. Instrumen yang digunakan Repos antara lain Wesel dan promes yang akan jatuh tempo. Repuchase Agreement merupakan salah satu alternatif bank untuk memenuhi kebutuhan likuiditas atau kebutuhan atau kebutuhan jangka pendek bank.
4.        Fasilitas Diskonto adalah penyediaan dana jangka pendek oleh Bank Indonesia dengan cara pembelian promesyang diterbitkan oleh bank-bank atas dasar diskonto. Fasilitas diskonto merupakan upaya terakhir bagi bank dan merupakan bantuan Bank Sentral sebagai Lender of The Last Report.
5.        Pinjaman dari bank-bank luar negeri. Pinjaman yang lazimnya berbentuk pinjaman jangka menengah-panjang. Offshore Loan dan pinjaman ini sbelumnya harus mendapat persetujuan dari  Bank Indonesia karena berkaitan dengan kebijakan moneter.
6.        Pinjaman dari Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) . pinjaman ini lazimnya berupa surat berharga yang dapat diperjualbelikan seperti sertifikat bank dan atau deposit on call dengan waktu pendek dan dapt diperpanjang kembali.
7.        Surat berharga pasar uang (SBPU). Dalam hal ini pihak perbankan menerbitkan SBPU kemudian diperjualkan kepada pihak yang berminat, baik perusahaan keuangan maupun nonkeuangan.
8.        Obligasi (Bond) dan saham. Obligasi adalaha bukti utang dari etimen yang dijamin dengan agunan harta kekayaan milik etimen dan atau pihak ketiga dari etimen dan atau penanggung yang menanggung janji pembayaran bunga atau janji lainnya serta pelunasan pokok pinjaman yang dilakukan pada tanggal jatuh tempo. Sekurangnya tiga tahun sejak tanggal emisi. Saham adalah bukti pernyataan modal dalam pemilikan suatu perusahaan terbatas. Dengan penjualan saham tersebut, dana sendiri (yang berasal dari agio saham) akan menjadi lebih besar yang pada gilirannya akan meningkat kemampuan bank dalam menjalankan usahanya.
v Dana yang berasal dari masyarakat (Dana Pihak Ke-3)
            Adapun dana masyarakat adalah dana-dana yang berasal dari masyarakat, baik perorangan maupun badan usaha yang diperoleh dari bank dengan menggunakan berbagai  instrumen produk simpanan yang dimiliki oleh bank.Sumber dana ini merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasi bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana ini. Pencarian dana dari sumber ini relatif paling mudah jika dibandingkan dengan sumber lainnya dan pencarian dana dari sumber dana ini paling dominan, asalkan bank dapat memberikan bunga dan fasilitas menarik lainnya. Dana-dana yang dihimpun dari masyarakat ternyata merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank (bisa mencapai 80%-90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank). Akan tetapi pencarian sumber dana dari sumber ini relatif lebih mahal jika dibandingkan dari dana sendiri.Untuk memperolah dana dari masyarakat luas, bank dapat menggunakan tiga macam jenis simpanan (rekening). Masing-masing jenis simpanan memiliki keunggulan tersendiri, sehingga bank harus pandai dalam menyiasati pemilihan sumber dana, sumber dana yang dimaksud adalah:
a)    Giro (demand deposit)
Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintahbayar lainnya, atau dengan pemindahbukuan. Suatu cek diberikan kepada pihak penerima pembayaran (payee) yang menyimpan di bank mereka, sedangkan giro diberikan oleh pihak pembayaran pembayar (payeer) ke banknya, yang selanjutnya akan mentransfer dana kepada bank pihak penerima, langsung ke akun mereka. Dimana simpanan giro merupakan dana murah bagi bank karena bunga atau balas jasa yang dibayar paling murah jika dibandingkan simpanan tabungan dan simpanan deposito. Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan, definisi ini dijelaskan dalam undang-undang perbankkan nomor 10 tahun 1998.
Berdasarkan pengertian giro diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :
·           Simpanan pihak ketiga
Simpanan pihak ketiga berupa penyimpanan sejumlah uang di bank dalam bentuk giro. Simpanan ini dilakukan atas kesepakatan antara pihak bank dan nasabah, dimana nasabah menyimpan dananya dibank, untuk kemudian dikelola oleh pihak bank, dan dalam setoran pertama untuk membuka rekening giro ini, masing-masing bank mematok jumlah yang berbeda.
·           Penarikan dana dapat setiap saat
Penarikan dana dari rekening giro dapat dilakukan kapan saja, asalkan dana yang tersedia mencukupi dana yang hendak diambil pada saat itu. Sehingga untuk seorang pebisnis memiliki rekening giro akan sangat membantu mereka untuk menyediakan dana kapan saja selama kantor
b)   Tabungan (saving deposit)
            Pengertian tabungan menurut undang-undang perbankan nomor 10 tahun 1998 adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.Tabungan ini dikatakan pula dana yang sensitive atau peka terhadap perubahan sehingga disebut pula sebagai dana yang labil yang sewaktu-waktu dapat ditarik atau disetor oleh nasabah, meskipun frekuensi pengambilannya relatif rendah bila dibandingkan dengan giro. Akibatnya adalah dana tabungan ini dapat mengendap di bank dalam waktu relatif lebih lama dari dana giro. Simpanan tabungan adalah sebagian pendapatan masyarakat yang tidak dibelanjakan disimpan sebagai cadangan guna berjaga-jaga dalam jangka pendek. Mengenai syarat administrasi, besarnya bunga dan setoran awal simpanan tabungan disetiap bank menjadi berbeda, sesuai dengan prosedur masing-masing bank dan perjanjian kesepakatan antara pihak bank dan nasabah. Alat penarikan yang digunakan untuk mengambil dana yang tersimpan dalam simpanan tabungan antara lain adalah sebagai berikut.
§  Buku tabungan adalah buku yang dipegang oleh nasabah, yang diberikan kepada nasabah pada awal menabung. Di dalamnya berisi catatan penambahan dana oleh nasabah. Bila nasabah akan menarik dana dengan menggunakan buku tabungan maka nasbah perlu menambahkan slip penarikan, yang dapat dijumpai di bank yang bersangkutan sebagai alat bukti bahwa benar telah terjadi penarikan sejumlah uang tertentu oleh nasabah pada tanggal tertentu.
§  Kartu Penarikan adlaah kartu yang dapat digunakan untuk menarik sejumlah dana pada mesin penarikan uang yang telah disediakan oleh pihak bank pada lokasi tertentu, dimana kita lebih mengenal kartu penarikan ini dengan nama ATM (Automated Teller Machine)
§  Surat Kuasa adalah surat yang berisi pernyataan nasabah yang memberikan kuasa pada si pemegang surat kuasa yang terdapat tanda tangan nasabah dan si pemegang surat kuasa untuk menarik sejumlah dana dari rekening nasabah, selain itudisertakan fotocopy tanda pengenal si pemegang surat kuasa dan buku tabungan nasabah
c)    Simpanan Deposito
Jangka waktu simpanan deposito lebih lama bila dibandingkan dengan simpanan giro ataupun simpanan tabungan, serta tidak dapat diambil setiap waktu. Menurut undang-undang no.10 tahun 1998 deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan bank.Alat yang dapat digunakan untuk penarikan simpanan deposito tergantung dari jenis depositonya. Seperti alat yng digunakan untuk menarik untuk menarik deposito berjangka adalah bilyet deposito sedangkan untuk menarik sertifikat deposito digunakan sertifikat deposito.
Jenis-jenis dari deposito:
ü Deposito Berjangka
Merupakan deposito yang diterbitkan oleh bank umum, dimana didalam deposito berjangka diterbitkan atas nama orang atau lembaga dan terdapat nilai nominal dari uang. Jangka waktu deposito bervariasi mulai dari 1, 3, 6, 12, dan 24 bulan. Pengambilan bunga deposito dapat ditarik setiap bulan atau pada saat jatuh tempo baik tunai ataupun nontunai dengan cara pemindahbukuan, dan pendapatan bunga-bunga bersih didapat dari bunga dipotong pajak. Jumlah yang disetorkan pada simpanan deposito berjangka untuk saat ini ada peraturan dari pemerintah bahwa atas minimalnya adalah sebesar Rp. 5.000.000 dan bila nasabah mengambil dananya sebelum jatuh temponya maka nasabah dikenakan penalty rate. Sedangkan intensif yang diberikan untuk nasabah yang memiliki nominal dana yng cukup besar dapat berupa special rate maupun hadiah ataupun cindera mata.
ü Serifikat Deposito
Merupakan jenis deposito yang diterbitkan atas unjuk, maksudnya adalah didalam sertifikat deposito yang diterbitkan hanya ada nilai nominalnya tidak disertai dengan nama orang atau lembaga. Sehingga sertifikat deposito dapat diperjualbelikan kepada pihak lain. Sertifikat deposito dapat diterbikan dengan jangka waktu 2,3,4,6, dan 12 bulan. Pengambilan bunga dapat dilakukan dimuka,baik tunai maupun nontunai.
ü Deposito Oncall
Merupakan deposito yang berjangka waktu minimal 7 hari dan paling lama 1 bulan. Diterbitkan atas nama dan biasanya dalam jumlah yang besar misalnya 100 juta rupiah, tergantung dari bank yang menerbitkan deposito on call tersebut.
Contoh kasus pendanaan bank dari pihak ke-2  :
Kasus Bank Century

Kasus Bank Century mulai mencuat pada akhir tahun 2008, kasus ini menjadi perbincangan hangat masyarakat dan penyidik.Kasus ini mulai menjadi perbincangan publik setelah Bank Century mengalami kesulitan likuidasi, kalah kliring, melakukan penipuan melalui manajemen bank, hingga ditetapkan sebagai bank gagal.Kasus Bank Centurysemakin mencuat ketika kabar bahwa adanya suntikan dana talangan atau bail out dari negara yang mencapai triliunan rupiah. Hal ini tentunya membuat rakyat geram dan meminta kasus ini diusut hingga tuntas karena telah merugikan negara dengan jumlah yang fantastis yaitu 6,7 triliun rupiah.Jatuhnya Bank Century dan dikategorikan sebagai bank gagal dimulai akibat dari penyalahgunaan dana nasabah oleh pemilik Bank Century berserta keluarganya.Bank Century pun melakukan masalah internal dengan adanya penipuan oleh manajemen bank terhadap klien mereka. Bank Century melakukan penyimpangan dana untuk peminjam sebesar 2,8 milyar dolar Amerika dan melakukan penjualan produk-produk investasi fiktif Antaboga Delta Securities Indonesia. Hal tersebut menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi para nasabah dan para nasabah pun tidak dapat mencairkan dananya.
Pada akhir tahun 2008, ditemukan berbagai surat berharga valuta asing yang telah jatuh tempo dan gagal bayar yang angkanya mencapai 56 juta dolar Amerika. Selain itu, Bank Century mengalami kesulitan likuidasi dan pada tanggal 13 November 2008 bank ini mengalami kegagalan kriling akibat kegagalan menyediakan dana (prefund).Akhirnya, tanggal 20 November, Bank Indonesia menetapkan Bank Century sebagai bank gagal dan dapat memberikan dampak sistemik pada perbankan Indonesia.Atas ususlan BI, maka dilakukan penyelamatan Bank Century melalui pihak LPS (Lembaga Penjamin Simpanan).Kemudian KKSK (Komite Kebijakan Sektor Keuangan) yang beranggotakan BI, Menteri Keuangan, dan LPS melakukan rapat.Berdasarkan keputusan yang ditetapkan KKSK dalam surat No.04.KKSK.03/2008, Bank Century resmi diambil alih oleh LPS pada 21 November 2008. LPS kemudian memutuskan memberikan talangan dana sebesar 2,78 triliun rupiah untuk mendongkrak CAR agar mencapai angka 10 persen guna memenuhi tingkat kesehatan sebuah bank.Dampak jatuhnya Bank Century ini berujung pada pencekalan  salah satu pemegang saham, Robert Tantular, beserta tujuh orang pengurus lain Bank Century. Dua pemilik Bank Century, yaitu Hesham Al-Warraq dan Rafat Ali Rizvi pun tiba-tiba menghilang.
Talangan dana yang dikucurkan oleh LPS ke Bank Century tidak lantas menyelesaikan kasus ini, tanggal 9 Desember 2008 Bank Century mulai mendapatkan berbagai tuntutan dari ribuan investor Antaboga terkait penggelapan dana investasi sebesar 1,38 triliun rupiah. Semua dana para nasabah dan investor ini di indikasikan mengalir ke kantung Robert Tantular selaku pemilik Bank Century. Pada tanggal 3 Februari 2009, LPS kembali menyuntikan dana ke Bank Century sebesar 1,5 triliun rupiah yang bertujuan untuk memulihkan kesehatan Bank Century. Talangan dana yang terus menerus disuntikan ke Bank Century dinilai terlalu besar dan menuai gugatan dari parlemen, terlebih lagi LPS kembali menyuntikan dana sebesar 630 miliar rupiah pada tanggal 21 Juli 2009.Sejak saat itu kasus Bank Century semakin mendapat sorotan tajam dari publik.Kasus Bank Century juga begitu menyita perhatian terkait adanya dugaan korupsi serta suap dalam usaha menyelamatkan Bank Century. Dugaan itu pun akhirnya memunculkan beberapa nama yang disebut-sebut terlibat dan turut menikmati dana suap Bank Century. 
Beberapa kalangan menilai pemberian talangan dana pada Bank Century merupakan keputusan yang salah dan terkesan di buat-buat. Karena status Bank Century di perbankan Indonesia terbilang bank yang sangat kecil dan tercatat hanya sekitar 65.000 nama pemilik rekening bank ini. Selain itu, dana pihak ketiga di bank yang dimiliki oleh Robert Tantular ini hanya 0,68% dari total dana di perbankan, aset bank century hanya 0,42% dari total kredit perbankan, assetbank century hanya 0,72% dari aset perbankan dan pangsa kreditnya hanya 0,42% daritotal kredit perbankan. Bank-bank pada Novomber 2008 memiliki rata–rata diatas 12%.Hanya ada tiga bank kecil yang memilik CAR di bawah 8% (batas minimum untukbailout PBI no.10 / 26 / PBI / 2008 pada tanggal 30 oktober 2008).
Hasil Audit Investigatif BPK yang diserahkan kepada DPR RI tertanggal 20 November 2009 memaparkan 8 temuan penting yang mengindikasikan terjadinya tindak pidana korupsi, pelanggaran aturan dan penyalahgunaan wewenang, dan lain sebagainya. Indikasi korupsi terkait dengan kasus ini terutama terlihat dari terjadinya pelanggaranaturan dan penyalahgunaan wewenang.

Contoh kasus pendanaan bank dari pihak pihak ke-3 :
Kasus Pembobolan Dana Nasabah Citibank 
Setelah digegerkan oleh kasus Bank Century beberapa waktu lalu, kali ini Indonesia kembali digegerkan dengan pembobolan dana nasabah Citibank. Direktorat Tindak Pidana Ekonomi danKhusus Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri menahan tersangka Inong Malinda Dee berusia 47 tahun yang menjabat sebagai Senior Relationship Manager di Citibank, karena diduga melakukan tindak pidana perbankan dan pencucian uang dari uang nasabah yang dipegangnya. Dana nasabah itu lalu dialirkan ke berbagai rekening milik Malinda maupun perusahaan.
Salah satu perusahaan yang menerima aliran dana itu yakni PT Sarwahita Global Management. Pejabat Citibank yang diduga turut terlibat mendirikan PT Sarwahita Global Management (SGM) bersama Malinda Dee telah diberhentikan sementara waktu oleh pihak Citibank. Pejabat tersebut adalah Reniwaty Hamid. Sementara itu, dua orang lainnya yang juga diduga turut mendirikan PTSarwahita Global Management yakni Gesang Situmorang dan Dennis Roy Sangkilawang sudah tidak lagi menjadi pejabat Citibank. Gesang telah pensiun sementara Dennis telah mengundurkan diri. Polri menetapkan status saksi pada Reniwati Hamid dalam kasus pencucian uang dengan tersangka Malinda Dee. Polri mengaku masih fokus kepada Malinda dan belum membidik direksi PT Sarwahita lainnya. Malinda dilaporkan oleh Citibank karena adanya pengaduan atau keluhan tiga nasabah bank tersebut yang kehilangan uang, sehingga total kerugian sementara yang dialami tiga nasabahsebesar Rp16,6 miliar. Wanita yang lahir di Pangkal Pinang pada 5 Juli 1965, sudah 20 tahun bekerja di bank milik Amerika Serikat dan telah tiga tahun melakukan aksi kejahatan perbankan tersebut. Citibank mengakui terbongkarnya dugaan kejahatan pembobolan dana nasabah oleh Malinda Dee bukan temuan audit internal perusahaan tapi laporan nasabah. Direktur Kepatuhan Citibank Yesica Effendi menceritakan kronologi terbongkarnya kasus ini bermula pada 9 februari 2001 di mana seorang nasabah menanyakan kepada Malinda Dee tentang berkurangnya dana pada rekening oleh transaksi yang tidak dikenali.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat(Kadiv Humas) Polri, Irjen Pol Anton Bachrul Alam mengatakan modus yang dilakukan Malinda dengan sengaja telah melakukan pengaburan transaksi dan pencatatan tidak benar terhadap beberapa “slip transfer”. Seorang “teller” Citibank yang berinisial D telah ditetapkan sebagai tersangka dan dua kepala “teller” Citibank Landmark yang berinisial W dan N sudah dimintai keterangan, sementara pihak-pihak yang diduga terlibat kasus ini juga terus dikejar. Sedangkansaksi-saksi yang telah diperiksa hingga kemarin ada 25 orang. Anton merinci saksi-saksi itu tigaorang nasabah Citibank yang melaporkan aksi Malinda ke bank, 18 karyawan Citibank, dan sisanya berasal dari PT Sarwahita Global Management. Malinda mengatakan, Citibank telah menampung dana pencucian uang nasabah Malinda selama10 tahun. Dan selama itu pula para atasan Malinda di Citibank cabang Landmark sangat mengetahui apa yang dilakukan Malinda terhadap uang nasabahnya. Pasalnya Malinda menjadi perpanjangan tangan nasabah untuk mencuci uang tabungan tersebut. Malinda akan menawarkan jasa lain dengan memindahkan rekening nasabah ke bisnis lain seperti asuransi dan produk Citibank lainnya. Dari pencucian uang nasabah ke bisnis lain, nasabah akan mendapatkan keuntungan. Kartu identitas (KTP) lebih dari satu jadi sarana Malinda Dee melancarkan aksi penggelapan dana nasabah dan pencucian uang yang dipraktikkan di delapan bank dan dua perusahaan asuransi. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein mengatakan, pihaknya menemukan 28 transaksi mencurigakan dengan rekening atas nama Malinda Dee, tersangka penggelapan uang Citibank dan pencucian uang.Yunus Husein sebelumnya membenarkan ada eks pejabat yang ‘dikerjai’ Malinda. Namun, sang eks pejabat yang kini telah pensiun itu tidak melapor ke polisi. Sementara itu, Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo memilih merahasiakan identitas sang eks pejabat itu.
Berdasarkan keteranganPolri, ada 3 nasabah Malinda yang menjadi korban. Mereka sudah menjalani pemeriksaan. Polri juga pernah menyampaikan total uang yang dikuras, untuk sementara mencapai Rp 17 miliar. Polri juga sudah menyita 4 mobil mewah dan rekening milik Malinda senilai Rp 11 miliar. Malinda dijerat pasal pencucian uang dan penggelapan. Mobil mewah masing-masing mobil, Ferrari merah seri F430 Scuderria,  Mercedez Benz warna putih dengan seri E350 dua pintu  dan Ferrari merah bernopol B 125 Dee seri California dan telah dititipkan di Rumah Penitipan Barang Sitaan (Rupbasan). Mobil disita dari apartemen Pacific Place dan di Capital Residence, mungkin ada satu mobil yang dikejar yakni Alphard. Selain itu, diduga Malinda juga memiliki tiga unit apartemen salah satunya di SCBD. Baik mobil mewah dan apartemen milik Malinda dibeli secara kredit

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (LKM)
A.  POSISI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
         Di Indonesia, institusi yang terlibat dalam keuangan mikro dapat dibagi menjadi tiga, yakni institusi bank, koperasi, serta non bank/non koperasi. Institusi bank termasuk di dalamnya bank umum, yangmenyalurkan kredit mikro atau mempunyai unit mikro serta bank syariah dan unit syariah.
         Posisi Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia adalah sebagai lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan, dalam posisinya ini  Lembaga Keuangan Mikro  telah berhasil membangkitkan kegiatan ekonomi bagi kelompok penduduk miskin serta berperan dalam pengembangan usaha kecil karena merupakan sumber pembiayaan yang mudah diakses oleh UKM (terutama usaha mikro).

B.     ATURAN LEGAL FORMAL LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
Keberadaan LKM Dari Perspektif UU No. 1 Tahun 2013. Pada awal tahun 2013, yakni tanggal 8 Januari, DPR dan pemerintah akhirnya mengesahkan Undang Undang Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro. Sebelumnya melalui pengajuanRancangan Undang Undang (RUU) tentang LKM, pemerintah banyak menuai kritikan untuk merubah beberapa substansi dari RUU tersebut yang ditolak oleh beberapa pihak. Penolakan bermuara dari disamakannya status LKM yang berdasarkan aturan adat dengan yang tidak. Lembaga keuangan seperti LPD dan LPN tidak setuju jika lembaga ini harus tunduk kepada aturan dalam RUU tersebut. Sebuah desa adat adalah sebuah kesatuan pemerintahan yang otonom, sehingga ditakutkan peraturan ini akan mengurangi kewenangan desa adat dalam pengelolaan lembaga keuangan yang dimilikinya. Aspirasi ini akhirnya diterima oleh DPR dan pemerintah dengan mengecualikan lembaga keuangan mikro milik desa adat dalam peraturan tersebut. Peraturan ini juga membedakan antara kegiatan keuangan konvensional dengan yang bersifat syariah, sehingga keberadaan LKM berbasis syariah seperti BMT dapat diakomodasi.
Keberadaan LKM di Indonesia sebenarnya amat membutuhkan sebuah berupa peraturan yang jelas. Peraturan ini diharapkan dapat memperkuat status legal dari LKM, disamping juga melindungi para nasabah dari situasi atau keadaan yang dapat merugikan mereka. Banyaknya jenis dan macam LKM di Indonesia amat menyulitkan baik dalam pemantauan usaha maupun pemberian bantuan untuk pengembangan usaha. Dengan diterbitkannya peraturan ini yang mengatur kesamaan bentuk hukum dan lembaga yang mengatur dan mengawasi, diharapkan data dan informasi terkait LKM di seluruh Indonesia dapat terakses dengan lebih baik. Dalam peraturan ini antara lain diatur mengenai bentuk hukum dari LKM yakni koperasi atau perseroan terbatas. Izin usaha untuk LKM dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Peraturan ini memberikan kewenangan penuh kepada OJK dalam perizinan, pengaturan serta pengawasan LKM. Sebelumnya dalam RUU yang diajukan pemerintah, disebutkan bahwa lembaga yang mengatur dan mengawasi LKM adalah Pemda Tingkat II. Kewenangan yang dimiliki oleh OJK dalam pengawasan LKM dirasa amat tepat karena OJK memiliki kapabilitas dan aksesibilitas. Lembaga OJK yang juga memiliki kewenangan dalam pengawasan perbankan tentunya akan menyinergikan aktifitas pengawasannya dengan LKM. Sinergi ini pentingdalam mengawasi lalu lintas transaksi keuangan baik itu melalui perbankan maupun LKM. Harapan dari DPR serta pemerintah adalah LKM di Indonesia dapat menjadi salah satu pilar dalam proses intermediasi keuangan terutama bagi usaha mikro, kecil dan menengah. LKM juga diharapkan dapat meningkatkan financial inclusion, sehingga semua lapisan masyarakat dapat memiliki akses terhadap jasa layanan keuangan. Karakteristik masyarakat Indonesia yang bersifat komunal atau gotong royong amat sesuai dengan ciri dari LKM yang merupakan sebuah community bank. Pelaksanaan dari peraturan ini ditetapkan dua tahun sejak mulai diundangkan. Permohonan ijin usaha kepada OJK harus dilakukan oleh LKM yang sudah beroperasi terhitung satu tahun semenjak aturan ini diundangkan. Hal ini dilakukan untuk memberikan tenggang waktu bagi LKM dalam mengadaptasi kegiatan nya dengan aturan yang berlaku. Segala hal yang belum diatur oleh peraturan ini, termasuk masalah permodalan, manajemen, dan lain-lain akan diatur melalui peraturan otoritas jasa keuangan. Sistem ini dirasa cukup efektif untuk menyusun peraturan yang sesuai dengan kondisi yang terjadi setiap waktu. Industri jasa keuangan merupakan industri yang amat rentan terhadap gejolak ekonomi yang terjadi baik nasional, regional maupun internasional.

C.  SEJARAH TERBENTUKNYA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
Sejarah Keuangan Mikro Di Indonesia sendiri kredit mikro sebenarnya memiliki sejarah yang panjang.Kajian historis keberadaan keuangan mikro berdasarkan catatan dapat dibagi menjadi dua periode, yakni jaman penjajahan dan jaman kemerdekaan.Selama masa penjajahan Belanda, sistem keuangan dikontrol oleh pemerintah Hindia Belanda melalui beberapa bank yang mereka dirikan. Pada akhir abad ke-19, sekitar bulan Desember 1895 atas prakarsa perorangan didirikan semacamLembaga Perkreditan Rakyat, tercatat Raden Bei Wiriaatmadja seorang pribumi yang menjabat patih Purwokerto mendirikan “Hulp en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren” atau Bank Bantuan dan Tabungan Pegawai. Selanjutnya institusi tersebut diperbaiki oleh seorang Belanda bernama De Wolf van Westerrode yang mengubahnya menjadi Bank Kredit Rakyat atau Bank Rakyat.Pendirian Bank Rakyat ini kemudian diikuti oleh daerah-daerah lain di Pulau Jawa.Pada periode yang hampir bersamaan yakni sekitar tahun 1898, desa-desa di Jawa terutama sentra penghasil beras mendirikan Lumbung Desa yang merupakan lembaga simpan pinjam dengan menggunakan komoditas padi sebagai instrumen simpan pinjam. Seiring berkembangnya wilayah pedesaan dan juga peredaran uang semakin dikenal oleh masyarakat desa, pada tahun 1904 didirikan Bank Desa, yang selanjutnya dikenal sebagai Badan Kredit Desa (BKD). Bank Rakyat pada tahun 1934 digabung kedalam “Algemene Volkscredietbank” (AVB) yang bertujuan disamping meningkatkan kesejahteraan rakyat pedesaan melalui bantuan kredit, namun juga mencari keuntungan. Setelah kemerdekaan Indonesia  AVB inilah yang berubah menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan beroperasi sebagai bank komersial yang tetap melayani masyarakat pedesaan dengan menyalurkan kredit mikro serta membuka unit-unit di pedesaan. Sehingga tidak mengherankan melihat BRI menjadi bank besar dengan cakupan jangkauan wilayah yang luas serta tetap berkomitmen dalam pemberian kredit mikro, jika kita melihat sejarah panjang pendirian bank tersebut.
Penggabungan Bank Rakyat menjadi AVB tidak membuat Badan Kredit Desa menghentikan usahanya, namun tetap berkembang seiring dengan perkembangan jaman, namun selama masa kemerdekaan Badan Kredit Desa yang terdiri dari Bank Desa dan Lumbung Desa bertransformasi menjadi lembaga-lembaga perkreditan rakyat seperti Lembaga Perkreditan Kecamatan dan Bank Karya Produksi Desa di Jawa Barat, Badan Kredit Kecamatan di Jawa Tengah, Kredit Usaha Rakyat Kecil di Jawa Timur. Beberapa lembaga bertransformasi menjadi lembaga keuangan yang berdasarkan ikatan adat seperti Lembaga Perkreditan Desa di Bali dan Lumbung Pitih Nagari di Sumatera Barat.
Peran pemerintah Indonesia dalam pengembangan kredit mikro selama masa presiden Sukarno tidak banyak, karena pada masa-masa tersebut terjadi pergolakan politik dan juga Republik Indonesia mengalami masa perang mempertahankan kemerdekaan.Pada kurun periode 1957 sampai 1965, sistem keuangan formal sangat dikekang dengan kebijakan yang berhasil menghapuskan segala kepemilikan atau keterlibatan orang asing dalam sistem perbankan dan nasonalisasi bank-bank yang dulu menjadi milik Belanda.Pada masa Presiden Suharto, setelah mulai stabilnya kondisi politik, maka pemerintah mulai menaruh perhatian besar pada pembangunan pedesaan.Di awal periode 1970an pemerintah mendirikan bank di setiap propinsi, yang pada saat itu terdapat 27 propinsi.Pemerintah juga memberikan keleluasaan dalam mendirikan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sehingga di awal periode tersebut terdapat sekitar 300 BPR di seluruh Indonesia. Pada periode awal orde baru ini juga mulai terdapat suatu jenis layanan keuangan mikro berupa bantuan dana subsidi yang diberikan oleh pemerintah sebagai bagian dari program intensifikasi beras. Program ini disebut Bimbingan Massal (Bimas). Bimas dijadikan proyek percontohan pada tahun 1964 yang ditandai dengan dibentuknya Badan Usaha Unit Desa (BUUD) dan Koperasi Unit Desa (KUD) serta BRI Unit Desa dalam upaya memperluas input produksi dan kredit bagi petani (Martowijoyo, 2007). Bimas untuk para petani padi segera diperluas cakupannya untuk jenis usaha pertanian yang lain seperti tebu, kapas dan juga sektor perikanan. Untuk membantu para petani kecil, pemerintah pada saat itu mengucurkan program kredit untuk investasi dan modal kerja yang dinamakan Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP). Untuk segmen usaha mikro diluar pertanian, menteri keuangan pada saat itu memperkenalkan Kredit Mini dan Kredit Midi yang disalurkan melalui BRI Unit Desa, serta Kredit Candak Kulak (KCK) yang penyalurannya melalui KUD. Di samping program bantuan subsidi dan kredit mikro, pemerintah juga mengupayakan terbentuknya sebuah lembaga kredit mandiri di tingkat desa.Adalah Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) yang didirikan awal periode 1970 untuk mengelompokkan lembaga keuangan mikro non-bank yang terdapat di setiap propinsi (Holloh, 2001).LDKP merupakanistilah generik untuk beberapa jenis lembaga kredit dan simpanan kecil yang ada, sesuai dengan daerah masing-masing, di banyak propinsi.Pada akhir periode 1970an, sebanyak hampir 300 lembaga kredit seperti ini terdapat di Indonesia. Pada saat itu lembaga-lembaga ini diperlakukan sebagai lembaga keuangan non-bank, dan berdasarkan Undang-Undang Perbankan Tahun 1967 tidak memenuhi per syaratan untuk memperoleh kredit likuiditas dari Bank Indonesia (BI), dan oleh sebab itu dana dari lembaga ini harus dihimpun dari sumber lain. Lembaga-lembaga ini juga tidak diijinkan untuk memobilisasi dana dalam bentuk simpanan dan tidak terikat pada aturan suku bunga dari BI, sehingga mereka dapat menentukan suku bunga sendiri (Arsyad, 2008). Beberapa lembaga ini hingga pada saat ini masih banyak yang berdiri di Indonesia, diantaranya yang berdiri pada awal periode tersebut adalah Badan Kredit Kecamatan (BKK) di Jawa Tengah, Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK) di Jawa Barat, Lumbung Pitih Nagari (LPN) di Sumatera Barat yang kepemilikannya oleh lembaga adat.Pada periode 1980an berdiri Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK) di Jawa Timur (Tahun 1984) dan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali. LPD menjadi lembaga yang cukup unik karena kepemilikannya murni oleh desa adat di Bali, berbeda dengan lembaga lain yang juga dimiliki oleh Pemerintah Propinsi. Melalui usaha terprogram dengan memberikan kredit mikro kepada petani, pada periode 1980an akhirnya Indonesia mencapai swasembada beras.Pada periode ini tepatnya sekitar tahun 1983, dengan melihat peran serta pengalaman BRI Unit Desa dalam menangani kredit mikro, pemerintah memutuskan mengubahnya menjadi sistem perbankan komersial.Sistem baru ini memberi keleluasaan kepada BRI Unit Desa guna menerapkan suatu aturan atau kebijakan yang fleksibel terkait tingkat bunga, baik pada tabungan maupun pinjaman.Pada tahun 1984 BRI mulai meluncurkan Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) yang ditawarkan melalui jaringan unit desanya diikuti Simpedes (Simpanan Pedesaan) sejak tahun 1985. Suatu perubahan yang cukup berarti terjadi tahun 1988, melalui Paket Oktober (Pakto) 88, pemerintah memutuskan semua jenis lembaga keuangan non-bank (diantaranya : BKD, BKK, LPK,  LPN,  KURK dan juga LPD) untuk diberikan kesempatan  selama jangka waktu dua tahun untuk berubah menjadi BPR. Peraturan ini cukup menyulitkan lembaga keuangan di pedesaan, sehingga terbitlah Keputusan Pemerintah Maret 1989 (Pakmar 89) yang memutuskan untuk menghapus aturan tersebut untuk mengurangi kesulitan yang dihadapi lembaga kredit pedesaan dan juga BPR yang berasal dari transformasi lembaga tersebut. Hingga saat ini berdasarkan Undang-Undang Perbankan tahun 1992 dan Amandemennya yakni Undang-Undang tahun 1998, ada dua kategori bank di Indonesia yakni Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Oleh karena adanya Pakto 88, dan Pakmar 89 banyak BPR yang berasal dari transformasi lembaga kredit pedesaan, sedangkan terdapat juga BPR yang mengajukan ijin baru dan bukan berasal dari transformasi lembaga kredit pedesaan. Undang-Undang Perbankan tahun 1998 pasal 58 mengakui keberadaan lembaga kredit pedesaan, dengan memberikan kesempatan lembaga tersebut untuk berubah menjadi BPR sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Dengan adanya aturan-aturan ini lembaga kredit pedesaan yang berubah menjadi BPR memiliki cakupan yang lebih luas. Terutama dengan diperbolehkannya membuka cabang di kota lain dalam satu Propinsi. Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1992 yang mengatur pelaksanaan Undang- Undang Perbankan tersebut tidak secara jelas mengatur mengenai masalah lembaga kredit pedesaan. Namun peraturan tersebut memberikan kemudahan bagi banyak lembaga keuangan non-bank untuk tidak harus berubah menjadi BPR. Sedangkan bagi lembaga yang sudah bertransformasi menjadi BPR diberikan kemudahan untuk menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan BPR dalam periode waktu lima tahun. Pada saat krisis finansial dan moneter yang melanda Indonesia tahun 1997 dan 1998 yang dibarengi dengan mundurnya presiden Suharto, lembaga keuangan bank di Indonesia mengalami kehancuran dan terlilit hutang yang parah, namun justru bank umum yang memfokuskan usahanya pada kredit mikro dan juga lembaga keuangan pedesaan tidak terpengaruh banyak oleh krisis tersebut. Hal ini menyebabkan banyak bank umum baik bank umum nasional maupun campuran dan asing yangmulai serius menggarap potensi kredit mikro. Bank yang diantaranya menggarap segmen ini adalah Bank Danamon dengan Danamon Simpan Pinjam (DSP), serta Bukopin dengan program Swamitra. Periode akhir 1990an ini juga ditandai dengan banyak munculnya bank umum yang memang mengkhususkan usahanya pada segmen mikro. Walaupun kondisi politik mulai stabil, namun dengan tidak adanya pemegang kekuasaan pemerintah yang bertahan lama seperti pada periode Presiden Suharto menyebabkan program pemerintah pada segmen ini hanya melanjutkan program pemerintahan presiden Suharto. Dalam artian tidak ada program yang betul- betul baru dari pemerintah setelah era Suharto.Periode tahun 2000an ditandai dengan munculnya jenis lembaga keuangan baru yang berlandaskan prinsip hukum Islam yakni lembaga syariah.Banyak bank umum yang membentuk unit syariah ataupun membuat bank baru dengan berlandaskan prinsip syariah. Prinsip syariah sendiri sebenarnya mirip dengan jenis pembiayaan modal ventura, dengan sistem pembagian keuntungan bagi hasil, tidak berlandaskan bunga. Pada awal tahun 2000, pemerintah melalui kementerian terkait membentuk sebuah forum bernama Gerakan Bersama Pengembangan Keuangan Mikro Indonesia  atau biasa disebut “Gema PKM” yang merupakan sebuah gerakan yang bertujuan untuk lebih meningkatkan cakupan dan kapitalisasi dana untuk keuangan mikro. Forum tersebut mendesak BI untuk menerbitkan sebuah peraturan yang khusus mengatur tentang keberadaan dan pengelolaan lembaga keuangan mikro. Pada tahun 2001, draft Rancangan Undang Undang (RUU) Lembaga Keuangan Mikro diserahkan oleh BI ke Menteri Keuangan, yang kemudian meneruskannya ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) guna disahkan. Namun tidak ada tanda -tanda dari DPR untuk segera mengesahkan aturan tersebut. Hal ini membuat BI pada tahun 2003 bersama sebuah lembaga dari Jerman bernama Promotion of Small Financial Institution (Pro-Fi) yang merupakan rekanan BI dalam mengelola LKM menerbitkan sebuah kajian dan rumusan tentang pengelolaan dan pengembangan LKM (Martowijoyo, 2007). Kajian tersebut menyarankan pemerintah untuk menghilangkan segala sesuatu yang menghambat pengembangan LKM dan menyusun serta menerbitkan peraturan perundangan yang khususmengatur tentang keberadaan dan pengelolaan LKM. Saran tersebut adalah (1) menghilangkan bentuk program bantuan dana bersubsidi dan (2) melegalkan lembaga keuangan mikro non bank/non koperasi serta memperluas akses cakupan pelayanan termasuk simpanan atau tabungan dan juga wilayah operasional LKM. Upaya ini akhirnya berhasil merumuskan sebuah Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Lembaga Keuangan Mikro pada tahun 2010. Dalam proses pengesahannya RUU ini ternyata juga banyak ditentang oleh LKM sendiri terutama LKM yang berbasiskan komunitas adat seperti LPD di Bali, karena dianggap tidak sesuai dengan lembaga tersebut yang berlandaskan nilai-nilai komunal desa adat di Bali.Lembaga Keuangan Mikro Yang Terdapat Di Indonesia Saat Ini Melihat sejarah panjang keuangan mikro tersebut, tidak mengherankan jika terdapat banyak jenis lembaga keuangan mikro di Indonesia. Pelayanan keuangan mikro tidak hanya didominasi oleh lembaga namun juga banyak jenis layanan dan bantuan berupa subsidi yang dikucurkan oleh pemerintah.Hampir setiap pergantian pemerintahan meluncurkan program yang berbeda kepada masyarakat miskin dan yang berpenghasilan rendah.Hal ini menyebabkan tumpang tindihnya program, aturan dan juga kewenangan lembaga yang bergerak di bidang keuangan mikro, dan akhirnya bermuara pada susahnya mengukur dan mengevaluasi keberhasilan program yang ada.Keadaan ini juga menyebabkan LKM baik yang berbasiskan desa maupun yang terdapat di perkotaan untuk bisa menjalankan usaha mereka secara berkesinambungan, dalam arti tingkat keberlangsungan hidup LKM menjadi rendah. Persaingan yang ketat serta tumpang tindihnya kebijakan membuat banyak LKM yang tidak mampu bersaing, sehingga harus menghentikan usahanya atau hanya tinggal nama. Sebagai gambaran di sebuah desa di Propinsi Bali, bisa terdapat lebih dari lima hingga tujuh jenis LKM maupun bank yang menyasar segmen mikro, diantaranya LPD, KUD, Koperasi Serba Usaha (KSU) atau Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yang didirikan oleh masyarakat, BPR, Teras BRI (Unit mikro BRI), dan Danamon Simpan Pinjam (DSP). Segmen pasar yang terbatas membuat tiap LKM harus mampu bersaing, hal yang tentunya amat sulit bagi LKM konvensional jika harus dihadapkan dengan lembaga modern seperti bank umum dan BPR. Partisipan keuangan mikro di Indonesia bisa dibagi menjadi tiga kelompok, kelompok pertama adalah lembaga atau institusi formal dan non-formal, kelompok kedua merupakan program keuangan mikro baik yang diadakan oleh pemerintah maupun lembaga- lembaga donor dalam dan luar negeri. Ketiga adalah partisipan individu yang biasanya informal, tidak mempunyai kekuatan hukum dan menjalankan usahanya secara ilegal, dalam kelompok ini termasuk para pemburu rente seperti rentenir, ijon, gadai ilegal, kelompok arisan, dan lain-lain.Sulitnya mengelompokkan lembaga keuangan mikro dan jenis layanan keuangan mikro membuat mapping atau pemetaan, pengawasan serta evaluasi layanan keuangan ini sulit dilakukan.Tumpang tindihnya aturan, kewenangan dan cakupan luas layanan lembaga keuangan mikro juga turut memberikan andil dalam sulitnya menerapkan strategi pengembangan yang tepat untuk LKM.Keadaan ini menyebabkan tingkat keberlangsungan usaha atau sustainability LKM maupun program keuangan mikro menjadi rendah.Hanya beberapa LKM yang mampu bertahan dan bersaing baik dengan sesama LKM maupun jenis layanan perbankan yang lebih modern.Tidak terdapatnya data yang pasti terkait jumlah dan kondisi lembaga-lembaga ini menyulitkan penulis untuk menyajikan keakuratan terkait jumlah lembaga ini.Banyak lembaga yang berada dibawah pembinaan pemerintah propinsi, namun tidak ada data yang pasti dari tiap pemerintah daerah terkait keberadaan lembaga keuangan mikro di daerah nya.Hanya Lembaga keuangan mikro seperti LPD di Bali yang sudah memiliki data dan kondisi keuangan yang terekam dengan baik.Ironisnya, justru riset dan proyek dari institusi asing yang dijadikan acuan dalam memprediksi jumlah serta keberadaan LKM di Indonesia. Proyek riset ini bersifat musiman, atau tidak secara periodik memantau keberadaan LKM di Indonesia sehingga keberlanjutan data dan informasi amat susah ditemui. Dalam memperjelas pemahaman dan wawasan kita terkait LKM, berikut akan dipaparkan beberapa jenis LKM yang ada di Indonesia. Paparan akan difokuskan pada LKM yang beroperasi di tingkat kecamatan dan pedesaan, karena jenis LKM ini yang bersentuhan langsung dengan kelompok pemerintahan paling kecil yakni Desa.

PERBEDAAN ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN
            Manajemen memiliki pengertian suatu upaya atau proses upaya seorang pimpinan dengan satu  kewenangan  tertentu untuk mewujudkan sesuatu tujuan tertentu dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dan sudah dikuasai pimpinan itu terutama sumber daya manusia yang berada di bawah kekuasaannya. Sementara administrasi sendiri memiliki pengertian mulai dari yang paling sempit hingga yang paling luas. Dalam arti sempit misalnya administrasi dapat diartikan sebagai  keseluruhan pencatatan secara tertulis dan penyusunan sistematis dari keterangan-keterangan yang ada agar mempermudah memperoleh ikhtisar keterangan. Kegiatan dalam hal ini yaitu serangkaian aktivitas menghimpun, mencatat, mengolah, menggandakan, mengirim dan menyimpan keterangan-keterangan yang diperlukan dalam setiap kerja sama. Sementara dalam arti luas, administrasi merupakan keseluruhan proses kerja sama antara dua orang atau lebih dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Manajemen dan administrasi pada dasarnya saling berhubungan, kita dapat lihat dari adanya administrator. Administrator pada hakikatnya adalah juga seorang manajer . Dapat dikatakan sebagai manajer jika para administrator tersebut menfokuskan pada segala sesuatu yang berkaitan dengan keadaan dan hal – hal intern dalam organisasinya. Sementara seorang manajer juga menfokuskan kepada soal – soal intern organisasi. Administrasi sendiri baik dari segi pengertian sempit ataupun pengertian luas di dalam penyelenggaraannya telah menggunakan fungsi – fungsi manajemen yang telah ditetapkan menurut George R.Terry yaitu POAC : Planning (perencanaan), Organizing (pengorganisasian), Actuating (pelaksanaan), dan Controlling (pengawasan).
Jadi administrasi dapat dikatakan sebagai penyelenggaraannya dan manajemen adalah orang – orang yang menyelenggarakan kerja tersebut.
Keluar dari saling berhubungannya manajemen dan administrasi, terdapat beberapa pandangan mengenai perbedaan dari dua hal tersebut. Pertama : manajemen lebih luas dan lebih besar peranannya dibandingkan dengan administrasi, kedua : administrasi lebih luas dan lebih berperan daripada manajemen, dan yang terakhir : manajemen adalah inti dari administrasi.
Dikatakan manajemen lebih luas dan lebih besar peranannya dibandingkan dengan administrasi dikarenakan beberapa orang mengartikan administrasi sebagai pekerjaan tulis menulis ataupun tata usaha. Dengan pengertian seperti itu maka administrasi disebut – sebut sebagai unsur bantuan saja bagi manajemen. Karena dalam manajemen bukan pekerjaaan tulis menulis saja yang dibutuhkan akan tetapi bagaimana seorang pemimpin dapat melaksanakan dan mengarahkan tugas suatu organisasi sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pandangan ini banyak dipercaya oleh para pengusaha–pengusaha niaga dan industri. Administrasi adalah pelaksana kegiatan, sementara manajemen adalah yang merencanakan dan mengendalikan.


























Daftar Pustaka
_______.Perbedaan Administrasi dan Manajemen Menurut Ahli Definisi dan Konsep.http://www.administrasipublik.com/2014/08/ perbedaan- administrasi- dan-manajemen-menurut-ahli-definisi-dan-konsep.html.[10 Mei 2015].
_______.SumberDana Bank Pihak Kesatu. http://belajarperbankangratis.blogspot.com/2012/04/sumber-dana-bank-dana-pihak-kesatu.html?m=1 [10 Mei 2015].
Baskara,I Gede Kajeng. 2013..Jurnal Buletin Studi Ekonomi, Vol. 18, No. 2, Agustus 2013 : Lembaga Keuangan Mikro Di Indonesia. http://ojs.unud.ac.id [10 Mei 2015].
Simatupang,patricia.Studi Kasus Dalam Perbankan dan Asuransi.https://patriciasimatupang.wordpress.com/2012/06/11/studi-kasus-dalam-perbankan-dan-asuransi/ [10 Mei 2015].
Wikipedia. Aliran Dana Lembaga Penjamin Simpanan Pada Bank Century. http://id.wikipedia.org/wiki/Aliran_Dana_Lembaga_Penjamin_Simpanan_pada_Bank_Century [10 Mei 2015].

1 komentar: