CONTOH
KASUS PENDANAAN BANK YANG BERASAL DARI PIHAK KE-2 DAN PIHAK KE-3
PAPER
diajukan guna
melengkapi tugas Matakuliah Pengantar Ilmu Administrasi Bisnis
Oleh
o Ainur Rofi (140910202009)
o Desi Indayani (140910202046)
o Ratna Aprilian S. R (140910202048)
JURUSAN
ILMU ADMINISTRASI BISNIS
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
JEMBER
2015
CONTOH
KASUS PENDANAAN BANK YANG BERASAL DARI PIHAK KE-2 DAN PIHAK KE-3
v Dana
yang bersumber dari lembaga lainnya (Dana Pihak Ke-2)
Sumber dana yang kedua
ini merupakan tambahan jika bank mengalami kesulitan dalam pencarian sumber
dana yang pertama. Pencarian dana ini relatif lebih mahal dan sifatnya hanya
sementara waktu saja. Kemudian dana yang
diperoleh dari sumber ini digunakan untuk membiayai atau membayar
transaksi-transaksi tertentu. Perolehan dana dari sumber ini antara lain dapat
diperoleh.
1.
Kredit Likuiditas dari Bank Indonesia,
merupakan kredit yang diberikan bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami
likuiditasnya. Kreditnya likuidatas ini juga diberikan kepada pembiayaan
sektor-sektor tertentu.
2.
Pinjaman antar bank (interbank call
money). Pinjaman ini ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan menutup kliring
(karena kalah kliring) atau dapat juga untuk memenuhi kebutuhan pemenuhan saldo
Giro Wajib Minimum (GMW) di Bank Indonesia. Jangka waktu pinjaman ini umumnya
relatif sangat singkat (overnight call money) dengan menggunakan instrumen
srtifikat deposito, promes, dan Surat Berharga Pasar Uang (SPBU).
3.
Repurchase Agreement atau disebut dengan
“Rps atau “Repos” adalah penjualan surat berharga sesuai dengan waktu yang
diperjanjikan dengan harga yang ditetapkan di muka. Instrumen yang digunakan
Repos antara lain Wesel dan promes yang akan jatuh tempo. Repuchase Agreement
merupakan salah satu alternatif bank untuk memenuhi kebutuhan likuiditas atau
kebutuhan atau kebutuhan jangka pendek bank.
4.
Fasilitas Diskonto adalah penyediaan
dana jangka pendek oleh Bank Indonesia dengan cara pembelian promesyang
diterbitkan oleh bank-bank atas dasar diskonto. Fasilitas diskonto merupakan
upaya terakhir bagi bank dan merupakan bantuan Bank Sentral sebagai Lender of
The Last Report.
5.
Pinjaman dari bank-bank luar negeri.
Pinjaman yang lazimnya berbentuk pinjaman jangka menengah-panjang. Offshore
Loan dan pinjaman ini sbelumnya harus mendapat persetujuan dari Bank Indonesia karena berkaitan dengan
kebijakan moneter.
6.
Pinjaman dari Lembaga Keuangan Bukan
Bank (LKBB) . pinjaman ini lazimnya berupa surat berharga yang dapat diperjualbelikan
seperti sertifikat bank dan atau deposit on call dengan waktu pendek dan dapt
diperpanjang kembali.
7.
Surat berharga pasar uang (SBPU). Dalam
hal ini pihak perbankan menerbitkan SBPU kemudian diperjualkan kepada pihak
yang berminat, baik perusahaan keuangan maupun nonkeuangan.
8.
Obligasi (Bond) dan saham. Obligasi
adalaha bukti utang dari etimen yang dijamin dengan agunan harta kekayaan milik
etimen dan atau pihak ketiga dari etimen dan atau penanggung yang menanggung
janji pembayaran bunga atau janji lainnya serta pelunasan pokok pinjaman yang
dilakukan pada tanggal jatuh tempo. Sekurangnya tiga tahun sejak tanggal emisi.
Saham adalah bukti pernyataan modal dalam pemilikan suatu perusahaan terbatas.
Dengan penjualan saham tersebut, dana sendiri (yang berasal dari agio saham)
akan menjadi lebih besar yang pada gilirannya akan meningkat kemampuan bank dalam
menjalankan usahanya.
v Dana
yang berasal dari masyarakat (Dana Pihak Ke-3)
Adapun
dana masyarakat adalah dana-dana yang berasal dari masyarakat, baik perorangan
maupun badan usaha yang diperoleh dari bank dengan menggunakan berbagai instrumen produk simpanan yang dimiliki oleh
bank.Sumber dana ini merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasi
bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya
dari sumber dana ini. Pencarian dana dari sumber ini relatif paling mudah jika
dibandingkan dengan sumber lainnya dan pencarian dana dari sumber dana ini
paling dominan, asalkan bank dapat memberikan bunga dan fasilitas menarik
lainnya. Dana-dana yang dihimpun dari masyarakat ternyata merupakan sumber dana
terbesar yang paling diandalkan oleh bank (bisa mencapai 80%-90% dari seluruh
dana yang dikelola oleh bank). Akan tetapi pencarian sumber dana dari sumber
ini relatif lebih mahal jika dibandingkan dari dana sendiri.Untuk memperolah
dana dari masyarakat luas, bank dapat menggunakan tiga macam jenis simpanan
(rekening). Masing-masing jenis simpanan memiliki keunggulan tersendiri,
sehingga bank harus pandai dalam menyiasati pemilihan sumber dana, sumber dana
yang dimaksud adalah:
a)
Giro (demand deposit)
Giro
adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukannya dapat dilakukan setiap
saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintahbayar lainnya, atau
dengan pemindahbukuan. Suatu cek diberikan kepada pihak penerima pembayaran
(payee) yang menyimpan di bank mereka, sedangkan giro diberikan oleh pihak
pembayaran pembayar (payeer) ke banknya, yang selanjutnya akan mentransfer dana
kepada bank pihak penerima, langsung ke akun mereka. Dimana simpanan giro
merupakan dana murah bagi bank karena bunga atau balas jasa yang dibayar paling
murah jika dibandingkan simpanan tabungan dan simpanan deposito. Giro adalah
simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek,
bilyet giro, sarana pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan,
definisi ini dijelaskan dalam undang-undang perbankkan nomor 10 tahun 1998.
Berdasarkan
pengertian giro diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :
·
Simpanan pihak ketiga
Simpanan pihak
ketiga berupa penyimpanan sejumlah uang di bank dalam bentuk giro. Simpanan ini
dilakukan atas kesepakatan antara pihak bank dan nasabah, dimana nasabah
menyimpan dananya dibank, untuk kemudian dikelola oleh pihak bank, dan dalam
setoran pertama untuk membuka rekening giro ini, masing-masing bank mematok
jumlah yang berbeda.
·
Penarikan dana dapat setiap saat
Penarikan dana
dari rekening giro dapat dilakukan kapan saja, asalkan dana yang tersedia
mencukupi dana yang hendak diambil pada saat itu. Sehingga untuk seorang
pebisnis memiliki rekening giro akan sangat membantu mereka untuk menyediakan
dana kapan saja selama kantor
b)
Tabungan (saving deposit)
Pengertian
tabungan menurut undang-undang perbankan nomor 10 tahun 1998 adalah simpanan
yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang
disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan atau alat
lainnya yang dipersamakan dengan itu.Tabungan ini dikatakan pula dana yang
sensitive atau peka terhadap perubahan sehingga disebut pula sebagai dana yang
labil yang sewaktu-waktu dapat ditarik atau disetor oleh nasabah, meskipun
frekuensi pengambilannya relatif rendah bila dibandingkan dengan giro.
Akibatnya adalah dana tabungan ini dapat mengendap di bank dalam waktu relatif
lebih lama dari dana giro. Simpanan tabungan adalah sebagian pendapatan
masyarakat yang tidak dibelanjakan disimpan sebagai cadangan guna berjaga-jaga
dalam jangka pendek. Mengenai syarat administrasi, besarnya bunga dan setoran
awal simpanan tabungan disetiap bank menjadi berbeda, sesuai dengan prosedur
masing-masing bank dan perjanjian kesepakatan antara pihak bank dan nasabah.
Alat penarikan yang digunakan untuk mengambil dana yang tersimpan dalam
simpanan tabungan antara lain adalah sebagai berikut.
§ Buku
tabungan adalah buku yang dipegang oleh nasabah, yang diberikan kepada nasabah
pada awal menabung. Di dalamnya berisi catatan penambahan dana oleh nasabah.
Bila nasabah akan menarik dana dengan menggunakan buku tabungan maka nasbah
perlu menambahkan slip penarikan, yang dapat dijumpai di bank yang bersangkutan
sebagai alat bukti bahwa benar telah terjadi penarikan sejumlah uang tertentu
oleh nasabah pada tanggal tertentu.
§ Kartu
Penarikan adlaah kartu yang dapat digunakan untuk menarik sejumlah dana pada
mesin penarikan uang yang telah disediakan oleh pihak bank pada lokasi
tertentu, dimana kita lebih mengenal kartu penarikan ini dengan nama ATM
(Automated Teller Machine)
§ Surat
Kuasa adalah surat yang berisi pernyataan nasabah yang memberikan kuasa pada si
pemegang surat kuasa yang terdapat tanda tangan nasabah dan si pemegang surat
kuasa untuk menarik sejumlah dana dari rekening nasabah, selain itudisertakan
fotocopy tanda pengenal si pemegang surat kuasa dan buku tabungan nasabah
c) Simpanan Deposito
Jangka waktu simpanan deposito lebih lama bila
dibandingkan dengan simpanan giro ataupun simpanan tabungan, serta tidak dapat
diambil setiap waktu. Menurut undang-undang no.10 tahun 1998 deposito adalah
simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan bank.Alat yang dapat digunakan untuk
penarikan simpanan deposito tergantung dari jenis depositonya. Seperti alat yng
digunakan untuk menarik untuk menarik deposito berjangka adalah bilyet deposito
sedangkan untuk menarik sertifikat deposito digunakan sertifikat deposito.
Jenis-jenis dari deposito:
ü Deposito
Berjangka
Merupakan
deposito yang diterbitkan oleh bank umum, dimana didalam deposito berjangka
diterbitkan atas nama orang atau lembaga dan terdapat nilai nominal dari uang.
Jangka waktu deposito bervariasi mulai dari 1, 3, 6, 12, dan 24 bulan.
Pengambilan bunga deposito dapat ditarik setiap bulan atau pada saat jatuh
tempo baik tunai ataupun nontunai dengan cara pemindahbukuan, dan pendapatan
bunga-bunga bersih didapat dari bunga dipotong pajak. Jumlah yang disetorkan
pada simpanan deposito berjangka untuk saat ini ada peraturan dari pemerintah
bahwa atas minimalnya adalah sebesar Rp. 5.000.000 dan bila nasabah mengambil
dananya sebelum jatuh temponya maka nasabah dikenakan penalty rate. Sedangkan
intensif yang diberikan untuk nasabah yang memiliki nominal dana yng cukup
besar dapat berupa special rate maupun hadiah ataupun cindera mata.
ü Serifikat
Deposito
Merupakan jenis
deposito yang diterbitkan atas unjuk, maksudnya adalah didalam sertifikat
deposito yang diterbitkan hanya ada nilai nominalnya tidak disertai dengan nama
orang atau lembaga. Sehingga sertifikat deposito dapat diperjualbelikan kepada
pihak lain. Sertifikat deposito dapat diterbikan dengan jangka waktu 2,3,4,6,
dan 12 bulan. Pengambilan bunga dapat dilakukan dimuka,baik tunai maupun
nontunai.
ü Deposito
Oncall
Merupakan
deposito yang berjangka waktu minimal 7 hari dan paling lama 1 bulan.
Diterbitkan atas nama dan biasanya dalam jumlah yang besar misalnya 100 juta
rupiah, tergantung dari bank yang menerbitkan deposito on call tersebut.
Contoh kasus pendanaan bank dari
pihak ke-2 :
Kasus
Bank Century
Kasus Bank Century mulai mencuat pada akhir tahun 2008, kasus ini menjadi
perbincangan hangat masyarakat dan penyidik.Kasus ini mulai menjadi
perbincangan publik setelah Bank Century mengalami kesulitan likuidasi, kalah
kliring, melakukan penipuan melalui manajemen bank, hingga ditetapkan sebagai
bank gagal.Kasus Bank Centurysemakin mencuat ketika kabar bahwa adanya suntikan
dana talangan atau bail out dari negara yang mencapai triliunan rupiah.
Hal ini tentunya membuat rakyat geram dan meminta kasus ini diusut hingga
tuntas karena telah merugikan negara dengan jumlah yang fantastis yaitu 6,7
triliun rupiah.Jatuhnya Bank Century dan dikategorikan sebagai bank gagal
dimulai akibat dari penyalahgunaan dana nasabah oleh pemilik Bank Century
berserta keluarganya.Bank Century pun melakukan masalah internal dengan adanya
penipuan oleh manajemen bank terhadap klien mereka. Bank Century melakukan
penyimpangan dana untuk peminjam sebesar 2,8 milyar dolar Amerika dan melakukan
penjualan produk-produk investasi fiktif Antaboga Delta Securities Indonesia.
Hal tersebut menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi para nasabah dan para
nasabah pun tidak dapat mencairkan dananya.
Pada akhir tahun 2008, ditemukan berbagai surat berharga valuta asing yang
telah jatuh tempo dan gagal bayar yang angkanya mencapai 56 juta dolar Amerika.
Selain itu, Bank Century mengalami kesulitan likuidasi dan pada tanggal 13
November 2008 bank ini mengalami kegagalan kriling akibat kegagalan menyediakan
dana (prefund).Akhirnya, tanggal 20 November, Bank Indonesia menetapkan
Bank Century sebagai bank gagal dan dapat memberikan dampak sistemik pada
perbankan Indonesia.Atas ususlan BI, maka dilakukan penyelamatan Bank Century
melalui pihak LPS (Lembaga Penjamin Simpanan).Kemudian KKSK (Komite Kebijakan
Sektor Keuangan) yang beranggotakan BI, Menteri Keuangan, dan LPS melakukan
rapat.Berdasarkan keputusan yang ditetapkan KKSK dalam surat
No.04.KKSK.03/2008, Bank Century resmi diambil alih oleh LPS pada 21 November
2008. LPS kemudian memutuskan memberikan talangan dana sebesar 2,78 triliun
rupiah untuk mendongkrak CAR agar mencapai angka 10 persen guna memenuhi
tingkat kesehatan sebuah bank.Dampak jatuhnya Bank Century ini berujung pada
pencekalan salah satu pemegang saham, Robert Tantular, beserta tujuh
orang pengurus lain Bank Century. Dua pemilik Bank Century, yaitu Hesham
Al-Warraq dan Rafat Ali Rizvi pun tiba-tiba menghilang.
Talangan dana yang dikucurkan oleh LPS ke Bank Century
tidak lantas menyelesaikan kasus ini, tanggal 9 Desember 2008 Bank Century
mulai mendapatkan berbagai tuntutan dari ribuan investor Antaboga terkait
penggelapan dana investasi sebesar 1,38 triliun rupiah. Semua dana para nasabah
dan investor ini di indikasikan mengalir ke kantung Robert Tantular selaku
pemilik Bank Century. Pada tanggal 3 Februari 2009, LPS kembali menyuntikan
dana ke Bank Century sebesar 1,5 triliun rupiah yang bertujuan untuk memulihkan
kesehatan Bank Century. Talangan dana yang terus menerus disuntikan ke Bank
Century dinilai terlalu besar dan menuai gugatan dari parlemen, terlebih lagi
LPS kembali menyuntikan dana sebesar 630 miliar rupiah pada tanggal 21 Juli
2009.Sejak saat itu kasus Bank Century semakin mendapat sorotan tajam dari
publik.Kasus Bank Century juga begitu menyita perhatian terkait adanya dugaan
korupsi serta suap dalam usaha menyelamatkan Bank Century. Dugaan itu pun
akhirnya memunculkan beberapa nama yang disebut-sebut terlibat dan turut
menikmati dana suap Bank Century.
Beberapa kalangan menilai pemberian talangan dana pada
Bank Century merupakan keputusan yang salah dan terkesan di buat-buat. Karena
status Bank Century di perbankan Indonesia terbilang bank yang sangat kecil dan
tercatat hanya sekitar 65.000 nama pemilik rekening bank ini. Selain itu, dana
pihak ketiga di bank yang dimiliki oleh Robert Tantular ini hanya 0,68% dari
total dana di perbankan, aset bank century hanya 0,42% dari total kredit
perbankan, assetbank century hanya 0,72% dari aset perbankan dan pangsa
kreditnya hanya 0,42% daritotal kredit perbankan. Bank-bank pada Novomber 2008
memiliki rata–rata diatas 12%.Hanya ada tiga bank kecil yang memilik CAR di
bawah 8% (batas minimum untukbailout PBI no.10 / 26 / PBI / 2008 pada tanggal
30 oktober 2008).
Hasil Audit Investigatif BPK yang diserahkan kepada
DPR RI tertanggal 20 November 2009 memaparkan 8 temuan penting yang
mengindikasikan terjadinya tindak pidana korupsi, pelanggaran aturan dan
penyalahgunaan wewenang, dan lain sebagainya. Indikasi korupsi terkait dengan
kasus ini terutama terlihat dari terjadinya pelanggaranaturan dan
penyalahgunaan wewenang.
Contoh kasus pendanaan bank dari
pihak pihak ke-3 :
Kasus Pembobolan Dana Nasabah Citibank
Setelah digegerkan oleh kasus Bank Century beberapa waktu lalu, kali ini
Indonesia kembali digegerkan dengan pembobolan dana nasabah Citibank.
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi danKhusus Badan Reserse dan Kriminal
(Bareskrim) Polri menahan tersangka Inong Malinda Dee berusia 47 tahun
yang menjabat sebagai Senior Relationship Manager di Citibank, karena diduga
melakukan tindak pidana perbankan dan pencucian uang dari uang nasabah yang
dipegangnya. Dana nasabah itu lalu dialirkan ke berbagai rekening milik Malinda
maupun perusahaan.
Salah satu perusahaan yang menerima aliran dana itu yakni PT Sarwahita
Global Management. Pejabat Citibank yang diduga turut terlibat mendirikan PT
Sarwahita Global Management (SGM) bersama Malinda Dee telah diberhentikan
sementara waktu oleh pihak Citibank. Pejabat tersebut adalah Reniwaty Hamid.
Sementara itu, dua orang lainnya yang juga diduga turut mendirikan PTSarwahita
Global Management yakni Gesang Situmorang dan Dennis Roy Sangkilawang sudah
tidak lagi menjadi pejabat Citibank. Gesang telah pensiun sementara Dennis
telah mengundurkan diri. Polri menetapkan status saksi pada Reniwati Hamid
dalam kasus pencucian uang dengan tersangka Malinda Dee. Polri mengaku masih
fokus kepada Malinda dan belum membidik direksi PT Sarwahita lainnya.
Malinda dilaporkan oleh Citibank karena adanya pengaduan atau keluhan tiga
nasabah bank tersebut yang kehilangan uang, sehingga total kerugian
sementara yang dialami tiga nasabahsebesar Rp16,6 miliar. Wanita yang lahir di
Pangkal Pinang pada 5 Juli 1965, sudah 20 tahun bekerja di bank milik
Amerika Serikat dan telah tiga tahun melakukan aksi kejahatan perbankan
tersebut. Citibank mengakui terbongkarnya dugaan kejahatan pembobolan dana
nasabah oleh Malinda Dee bukan temuan audit internal perusahaan tapi laporan
nasabah. Direktur Kepatuhan Citibank Yesica Effendi menceritakan kronologi
terbongkarnya kasus ini bermula pada 9 februari 2001 di mana seorang nasabah
menanyakan kepada Malinda Dee tentang berkurangnya dana pada rekening oleh
transaksi yang tidak dikenali.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat(Kadiv Humas) Polri, Irjen Pol Anton
Bachrul Alam mengatakan modus yang dilakukan Malinda dengan sengaja telah
melakukan pengaburan transaksi dan pencatatan tidak benar
terhadap beberapa “slip transfer”. Seorang “teller” Citibank yang
berinisial D telah ditetapkan sebagai tersangka dan dua kepala “teller”
Citibank Landmark yang berinisial W dan N sudah dimintai keterangan, sementara
pihak-pihak yang diduga terlibat kasus ini juga terus dikejar.
Sedangkansaksi-saksi yang telah diperiksa hingga kemarin ada 25 orang. Anton
merinci saksi-saksi itu tigaorang nasabah Citibank yang melaporkan aksi Malinda
ke bank, 18 karyawan Citibank, dan sisanya berasal dari PT Sarwahita Global
Management. Malinda mengatakan, Citibank telah menampung dana pencucian uang
nasabah Malinda selama10 tahun. Dan selama itu pula para atasan Malinda di
Citibank cabang Landmark sangat mengetahui apa yang dilakukan Malinda terhadap
uang nasabahnya. Pasalnya Malinda menjadi perpanjangan tangan nasabah
untuk mencuci uang tabungan tersebut. Malinda akan menawarkan jasa lain
dengan memindahkan rekening nasabah ke bisnis lain seperti asuransi dan
produk Citibank lainnya. Dari pencucian uang nasabah ke bisnis lain,
nasabah akan mendapatkan keuntungan. Kartu identitas (KTP) lebih dari satu jadi
sarana Malinda Dee melancarkan aksi penggelapan dana nasabah dan pencucian
uang yang dipraktikkan di delapan bank dan dua perusahaan asuransi. Kepala
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein mengatakan,
pihaknya menemukan 28 transaksi mencurigakan dengan rekening atas nama Malinda
Dee, tersangka penggelapan uang Citibank dan pencucian uang.Yunus Husein
sebelumnya membenarkan ada eks pejabat yang ‘dikerjai’ Malinda. Namun, sang eks
pejabat yang kini telah pensiun itu tidak melapor ke polisi. Sementara itu,
Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo memilih merahasiakan identitas sang eks
pejabat itu.
Berdasarkan keteranganPolri, ada 3 nasabah Malinda yang menjadi korban.
Mereka sudah menjalani pemeriksaan. Polri juga pernah menyampaikan total
uang yang dikuras, untuk sementara mencapai Rp 17 miliar. Polri juga sudah
menyita 4 mobil mewah dan rekening milik Malinda senilai Rp 11 miliar. Malinda
dijerat pasal pencucian uang dan penggelapan. Mobil mewah masing-masing mobil,
Ferrari merah seri F430 Scuderria, Mercedez Benz warna putih dengan seri
E350 dua pintu dan Ferrari merah bernopol B 125 Dee seri California dan
telah dititipkan di Rumah Penitipan Barang Sitaan (Rupbasan). Mobil disita dari
apartemen Pacific Place dan di Capital Residence, mungkin ada satu mobil yang
dikejar yakni Alphard. Selain itu, diduga Malinda juga memiliki tiga unit
apartemen salah satunya di SCBD. Baik mobil mewah dan apartemen milik Malinda
dibeli secara kredit
LEMBAGA
KEUANGAN MIKRO (LKM)
A. POSISI
LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
Di
Indonesia, institusi yang terlibat dalam keuangan mikro dapat dibagi menjadi
tiga, yakni institusi bank, koperasi, serta non bank/non koperasi. Institusi
bank termasuk di dalamnya bank umum, yangmenyalurkan kredit mikro atau mempunyai unit mikro
serta bank syariah dan unit syariah.
Posisi Lembaga Keuangan
Mikro di Indonesia adalah sebagai lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk
memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui
pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat,
pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang
tidak semata-mata mencari keuntungan, dalam posisinya ini Lembaga Keuangan Mikro telah berhasil membangkitkan kegiatan ekonomi
bagi kelompok penduduk miskin serta berperan dalam pengembangan usaha kecil
karena merupakan sumber pembiayaan yang mudah diakses oleh UKM (terutama usaha
mikro).
B.
ATURAN LEGAL FORMAL LEMBAGA KEUANGAN
MIKRO
Keberadaan LKM Dari
Perspektif UU No. 1 Tahun 2013. Pada awal tahun 2013, yakni tanggal 8 Januari,
DPR dan pemerintah akhirnya mengesahkan Undang Undang Nomor 1 tahun 2013
tentang Lembaga Keuangan Mikro. Sebelumnya melalui pengajuanRancangan Undang
Undang (RUU) tentang LKM, pemerintah banyak menuai kritikan untuk merubah
beberapa substansi dari RUU tersebut yang ditolak oleh beberapa pihak.
Penolakan bermuara dari disamakannya status LKM yang berdasarkan aturan adat
dengan yang tidak. Lembaga keuangan seperti LPD dan LPN tidak setuju jika
lembaga ini harus tunduk kepada aturan dalam RUU tersebut. Sebuah desa adat
adalah sebuah kesatuan pemerintahan yang otonom, sehingga ditakutkan peraturan
ini akan mengurangi kewenangan desa adat dalam pengelolaan lembaga keuangan
yang dimilikinya. Aspirasi ini akhirnya diterima oleh DPR dan pemerintah dengan
mengecualikan lembaga keuangan mikro milik desa adat dalam peraturan tersebut.
Peraturan ini juga membedakan antara kegiatan keuangan konvensional dengan yang
bersifat syariah, sehingga keberadaan LKM berbasis syariah seperti BMT dapat
diakomodasi.
Keberadaan LKM di
Indonesia sebenarnya amat membutuhkan sebuah berupa peraturan yang jelas. Peraturan ini
diharapkan dapat memperkuat status legal dari LKM, disamping juga melindungi
para nasabah dari situasi atau keadaan yang dapat merugikan mereka. Banyaknya
jenis dan macam LKM di Indonesia amat menyulitkan baik dalam pemantauan usaha
maupun pemberian bantuan untuk pengembangan usaha. Dengan diterbitkannya
peraturan ini yang mengatur kesamaan bentuk hukum dan lembaga yang mengatur dan
mengawasi, diharapkan data dan informasi terkait LKM di seluruh Indonesia dapat
terakses dengan lebih baik. Dalam peraturan ini antara lain diatur mengenai
bentuk hukum dari LKM yakni koperasi atau perseroan terbatas. Izin usaha untuk
LKM dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Peraturan ini memberikan
kewenangan penuh kepada OJK dalam perizinan, pengaturan serta pengawasan LKM.
Sebelumnya dalam RUU yang diajukan pemerintah, disebutkan bahwa lembaga yang
mengatur dan mengawasi LKM adalah Pemda Tingkat II. Kewenangan yang dimiliki
oleh OJK dalam pengawasan LKM dirasa amat tepat karena OJK memiliki kapabilitas
dan aksesibilitas. Lembaga OJK yang juga memiliki kewenangan dalam pengawasan
perbankan tentunya akan menyinergikan aktifitas pengawasannya dengan LKM.
Sinergi ini pentingdalam mengawasi lalu lintas transaksi keuangan baik itu
melalui perbankan maupun LKM. Harapan dari DPR serta pemerintah adalah LKM di
Indonesia dapat menjadi salah satu pilar dalam proses intermediasi keuangan
terutama bagi usaha mikro, kecil dan menengah. LKM juga diharapkan dapat
meningkatkan financial inclusion, sehingga semua lapisan masyarakat dapat
memiliki akses terhadap jasa layanan keuangan. Karakteristik masyarakat
Indonesia yang bersifat komunal atau gotong royong amat sesuai dengan ciri dari
LKM yang merupakan sebuah community bank. Pelaksanaan dari peraturan ini
ditetapkan dua tahun sejak mulai diundangkan. Permohonan ijin usaha kepada OJK
harus dilakukan oleh LKM yang sudah beroperasi terhitung satu tahun semenjak
aturan ini diundangkan. Hal ini dilakukan untuk memberikan tenggang waktu bagi
LKM dalam mengadaptasi kegiatan nya dengan aturan yang berlaku. Segala hal yang
belum diatur oleh peraturan ini, termasuk masalah permodalan, manajemen, dan
lain-lain akan diatur melalui peraturan otoritas jasa keuangan. Sistem ini
dirasa cukup efektif untuk menyusun peraturan yang sesuai dengan kondisi yang
terjadi setiap waktu. Industri jasa keuangan merupakan industri yang amat
rentan terhadap gejolak ekonomi yang terjadi baik nasional, regional maupun
internasional.
C. SEJARAH
TERBENTUKNYA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
Sejarah Keuangan Mikro Di
Indonesia sendiri kredit mikro sebenarnya memiliki sejarah yang panjang.Kajian
historis keberadaan keuangan mikro berdasarkan catatan dapat dibagi menjadi dua
periode, yakni jaman penjajahan dan jaman kemerdekaan.Selama masa penjajahan
Belanda, sistem keuangan dikontrol oleh pemerintah Hindia Belanda melalui
beberapa bank yang mereka dirikan. Pada akhir abad ke-19, sekitar bulan
Desember 1895 atas prakarsa perorangan didirikan semacamLembaga Perkreditan
Rakyat, tercatat Raden Bei Wiriaatmadja seorang pribumi yang menjabat patih
Purwokerto mendirikan “Hulp en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren”
atau Bank Bantuan dan Tabungan Pegawai. Selanjutnya institusi tersebut
diperbaiki oleh seorang Belanda bernama De Wolf van Westerrode yang mengubahnya
menjadi Bank Kredit Rakyat atau Bank Rakyat.Pendirian Bank Rakyat ini kemudian
diikuti oleh daerah-daerah lain di Pulau Jawa.Pada periode yang hampir
bersamaan yakni sekitar tahun 1898, desa-desa di Jawa terutama sentra penghasil
beras mendirikan Lumbung Desa yang merupakan lembaga simpan pinjam dengan
menggunakan komoditas padi sebagai instrumen simpan pinjam. Seiring berkembangnya
wilayah pedesaan dan juga peredaran uang semakin dikenal oleh masyarakat desa,
pada tahun 1904 didirikan Bank Desa, yang selanjutnya dikenal sebagai Badan
Kredit Desa (BKD). Bank Rakyat pada tahun 1934 digabung kedalam “Algemene
Volkscredietbank” (AVB) yang bertujuan disamping meningkatkan kesejahteraan
rakyat pedesaan melalui bantuan kredit, namun juga mencari keuntungan. Setelah
kemerdekaan Indonesia AVB inilah yang
berubah menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan beroperasi sebagai bank komersial
yang tetap melayani masyarakat pedesaan dengan menyalurkan kredit mikro serta
membuka unit-unit di pedesaan. Sehingga tidak mengherankan melihat BRI menjadi
bank besar dengan cakupan jangkauan wilayah yang luas serta tetap berkomitmen
dalam pemberian kredit mikro, jika kita melihat sejarah panjang pendirian bank
tersebut.
Penggabungan Bank Rakyat menjadi AVB tidak membuat
Badan Kredit Desa menghentikan usahanya, namun tetap berkembang seiring dengan
perkembangan jaman, namun selama masa kemerdekaan Badan Kredit Desa yang
terdiri dari Bank Desa dan Lumbung Desa bertransformasi menjadi lembaga-lembaga
perkreditan rakyat seperti Lembaga Perkreditan Kecamatan dan Bank Karya
Produksi Desa di Jawa Barat, Badan Kredit Kecamatan di Jawa Tengah, Kredit
Usaha Rakyat Kecil di Jawa Timur. Beberapa lembaga bertransformasi menjadi
lembaga keuangan yang berdasarkan ikatan adat seperti Lembaga Perkreditan Desa
di Bali dan Lumbung Pitih Nagari di Sumatera Barat.
Peran pemerintah Indonesia dalam pengembangan kredit
mikro selama masa presiden Sukarno tidak banyak, karena pada masa-masa tersebut
terjadi pergolakan politik dan juga Republik Indonesia mengalami masa perang
mempertahankan kemerdekaan.Pada kurun periode 1957 sampai 1965, sistem keuangan
formal sangat dikekang dengan kebijakan yang berhasil menghapuskan segala
kepemilikan atau keterlibatan orang asing dalam sistem perbankan dan
nasonalisasi bank-bank yang dulu menjadi milik Belanda.Pada masa Presiden
Suharto, setelah mulai stabilnya kondisi politik, maka pemerintah mulai menaruh
perhatian besar pada pembangunan pedesaan.Di awal periode 1970an pemerintah
mendirikan bank di setiap propinsi, yang pada saat itu terdapat 27
propinsi.Pemerintah juga memberikan keleluasaan dalam mendirikan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) sehingga di awal periode tersebut terdapat sekitar 300
BPR di seluruh Indonesia. Pada periode awal orde baru ini juga mulai terdapat
suatu jenis layanan keuangan mikro berupa bantuan dana subsidi yang diberikan
oleh pemerintah sebagai bagian dari program intensifikasi beras. Program ini
disebut Bimbingan Massal (Bimas). Bimas dijadikan proyek percontohan pada tahun
1964 yang ditandai dengan dibentuknya Badan Usaha Unit Desa (BUUD) dan Koperasi
Unit Desa (KUD) serta BRI Unit Desa dalam upaya memperluas input produksi dan
kredit bagi petani (Martowijoyo, 2007). Bimas untuk para petani padi segera
diperluas cakupannya untuk jenis usaha pertanian yang lain seperti tebu, kapas
dan juga sektor perikanan. Untuk membantu para petani kecil, pemerintah pada
saat itu mengucurkan program kredit untuk investasi dan modal kerja yang
dinamakan Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP).
Untuk segmen usaha mikro diluar pertanian, menteri keuangan pada saat itu
memperkenalkan Kredit Mini dan Kredit Midi yang disalurkan melalui BRI Unit
Desa, serta Kredit Candak Kulak (KCK) yang penyalurannya melalui KUD. Di
samping program bantuan subsidi dan kredit mikro, pemerintah juga mengupayakan
terbentuknya sebuah lembaga kredit mandiri di tingkat desa.Adalah Lembaga Dana
Kredit Pedesaan (LDKP) yang didirikan awal periode 1970 untuk mengelompokkan
lembaga keuangan mikro non-bank yang terdapat di setiap propinsi (Holloh,
2001).LDKP merupakanistilah generik untuk beberapa jenis lembaga kredit dan
simpanan kecil yang ada, sesuai dengan daerah masing-masing, di banyak
propinsi.Pada akhir periode 1970an, sebanyak hampir 300 lembaga kredit seperti
ini terdapat di Indonesia. Pada saat itu lembaga-lembaga ini diperlakukan
sebagai lembaga keuangan non-bank, dan berdasarkan Undang-Undang Perbankan
Tahun 1967 tidak memenuhi per syaratan untuk memperoleh kredit likuiditas dari
Bank Indonesia (BI), dan oleh sebab itu dana dari lembaga ini harus dihimpun
dari sumber lain. Lembaga-lembaga ini juga tidak diijinkan untuk memobilisasi dana
dalam bentuk simpanan dan tidak terikat pada aturan suku bunga dari BI,
sehingga mereka dapat menentukan suku bunga sendiri (Arsyad, 2008). Beberapa
lembaga ini hingga pada saat ini masih banyak yang berdiri di Indonesia,
diantaranya yang berdiri pada awal periode tersebut adalah Badan Kredit
Kecamatan (BKK) di Jawa Tengah, Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK) di Jawa
Barat, Lumbung Pitih Nagari (LPN) di Sumatera Barat yang kepemilikannya oleh
lembaga adat.Pada periode 1980an berdiri Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK) di
Jawa Timur (Tahun 1984) dan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali. LPD menjadi
lembaga yang cukup unik karena kepemilikannya murni oleh desa adat di Bali,
berbeda dengan lembaga lain yang juga dimiliki oleh Pemerintah Propinsi.
Melalui usaha terprogram dengan memberikan kredit mikro kepada petani, pada
periode 1980an akhirnya Indonesia mencapai swasembada beras.Pada periode ini
tepatnya sekitar tahun 1983, dengan melihat peran serta pengalaman BRI Unit
Desa dalam menangani kredit mikro, pemerintah memutuskan mengubahnya menjadi
sistem perbankan komersial.Sistem baru ini memberi keleluasaan kepada BRI Unit
Desa guna menerapkan suatu aturan atau kebijakan yang fleksibel terkait tingkat
bunga, baik pada tabungan maupun pinjaman.Pada tahun 1984 BRI mulai meluncurkan
Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) yang ditawarkan melalui jaringan unit desanya
diikuti Simpedes (Simpanan Pedesaan) sejak tahun 1985. Suatu perubahan yang
cukup berarti terjadi tahun 1988, melalui Paket Oktober (Pakto) 88, pemerintah memutuskan
semua jenis lembaga keuangan non-bank (diantaranya : BKD, BKK, LPK, LPN,
KURK dan juga LPD) untuk diberikan kesempatan selama jangka waktu dua tahun untuk berubah
menjadi BPR. Peraturan ini cukup menyulitkan lembaga keuangan di pedesaan,
sehingga terbitlah Keputusan Pemerintah Maret 1989 (Pakmar 89) yang memutuskan
untuk menghapus aturan tersebut untuk mengurangi kesulitan yang dihadapi
lembaga kredit pedesaan dan juga BPR yang berasal dari transformasi lembaga
tersebut. Hingga saat ini berdasarkan Undang-Undang Perbankan tahun 1992 dan
Amandemennya yakni Undang-Undang tahun 1998, ada dua kategori bank di Indonesia
yakni Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Oleh karena adanya Pakto 88,
dan Pakmar 89 banyak BPR yang berasal dari transformasi lembaga kredit
pedesaan, sedangkan terdapat juga BPR yang mengajukan ijin baru dan bukan
berasal dari transformasi lembaga kredit pedesaan. Undang-Undang Perbankan
tahun 1998 pasal 58 mengakui keberadaan lembaga kredit pedesaan, dengan
memberikan kesempatan lembaga tersebut untuk berubah menjadi BPR sesuai dengan
syarat dan ketentuan yang berlaku. Dengan adanya aturan-aturan ini lembaga
kredit pedesaan yang berubah menjadi BPR memiliki cakupan yang lebih luas.
Terutama dengan diperbolehkannya membuka cabang di kota lain dalam satu
Propinsi. Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1992 yang mengatur pelaksanaan
Undang- Undang Perbankan tersebut tidak secara jelas mengatur mengenai masalah
lembaga kredit pedesaan. Namun peraturan tersebut memberikan kemudahan bagi
banyak lembaga keuangan non-bank untuk tidak harus berubah menjadi BPR.
Sedangkan bagi lembaga yang sudah bertransformasi menjadi BPR diberikan
kemudahan untuk menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan BPR dalam periode
waktu lima tahun. Pada saat krisis finansial dan moneter yang melanda Indonesia
tahun 1997 dan 1998 yang dibarengi dengan mundurnya presiden Suharto, lembaga
keuangan bank di Indonesia mengalami kehancuran dan terlilit hutang yang parah,
namun justru bank umum yang memfokuskan usahanya pada kredit mikro dan juga
lembaga keuangan pedesaan tidak terpengaruh banyak oleh krisis tersebut. Hal
ini menyebabkan banyak bank umum baik bank umum nasional maupun campuran dan
asing yangmulai serius menggarap potensi kredit mikro. Bank yang diantaranya
menggarap segmen ini adalah Bank Danamon dengan Danamon Simpan Pinjam (DSP),
serta Bukopin dengan program Swamitra. Periode akhir 1990an ini juga ditandai
dengan banyak munculnya bank umum yang memang mengkhususkan usahanya pada
segmen mikro. Walaupun kondisi politik mulai stabil, namun dengan tidak adanya
pemegang kekuasaan pemerintah yang bertahan lama seperti pada periode Presiden
Suharto menyebabkan program pemerintah pada segmen ini hanya melanjutkan
program pemerintahan presiden Suharto. Dalam artian tidak ada program yang
betul- betul baru dari pemerintah setelah era Suharto.Periode tahun 2000an
ditandai dengan munculnya jenis lembaga keuangan baru yang berlandaskan prinsip
hukum Islam yakni lembaga syariah.Banyak bank umum yang membentuk unit syariah
ataupun membuat bank baru dengan berlandaskan prinsip syariah. Prinsip syariah
sendiri sebenarnya mirip dengan jenis pembiayaan modal ventura, dengan sistem
pembagian keuntungan bagi hasil, tidak berlandaskan bunga. Pada awal tahun
2000, pemerintah melalui kementerian terkait membentuk sebuah forum bernama
Gerakan Bersama Pengembangan Keuangan Mikro Indonesia atau biasa disebut “Gema PKM” yang merupakan
sebuah gerakan yang bertujuan untuk lebih meningkatkan cakupan dan kapitalisasi
dana untuk keuangan mikro. Forum tersebut mendesak BI untuk menerbitkan sebuah
peraturan yang khusus mengatur tentang keberadaan dan pengelolaan lembaga
keuangan mikro. Pada tahun 2001, draft Rancangan Undang Undang (RUU) Lembaga
Keuangan Mikro diserahkan oleh BI ke Menteri Keuangan, yang kemudian
meneruskannya ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) guna disahkan. Namun tidak ada
tanda -tanda dari DPR untuk segera mengesahkan aturan tersebut. Hal ini membuat
BI pada tahun 2003 bersama sebuah lembaga dari Jerman bernama Promotion of Small
Financial Institution (Pro-Fi) yang merupakan rekanan BI dalam mengelola LKM
menerbitkan sebuah kajian dan rumusan tentang pengelolaan dan pengembangan LKM
(Martowijoyo, 2007). Kajian tersebut menyarankan pemerintah untuk menghilangkan
segala sesuatu yang menghambat pengembangan LKM dan menyusun serta menerbitkan
peraturan perundangan yang khususmengatur tentang keberadaan dan pengelolaan
LKM. Saran tersebut adalah (1) menghilangkan bentuk program bantuan dana
bersubsidi dan (2) melegalkan lembaga keuangan mikro non bank/non koperasi
serta memperluas akses cakupan pelayanan termasuk simpanan atau tabungan dan
juga wilayah operasional LKM. Upaya ini akhirnya berhasil merumuskan sebuah
Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Lembaga Keuangan Mikro pada tahun 2010.
Dalam proses pengesahannya RUU ini ternyata juga banyak ditentang oleh LKM
sendiri terutama LKM yang berbasiskan komunitas adat seperti LPD di Bali,
karena dianggap tidak sesuai dengan lembaga tersebut yang berlandaskan
nilai-nilai komunal desa adat di Bali.Lembaga Keuangan Mikro Yang Terdapat Di
Indonesia Saat Ini Melihat sejarah panjang keuangan mikro tersebut, tidak
mengherankan jika terdapat banyak jenis lembaga keuangan mikro di Indonesia.
Pelayanan keuangan mikro tidak hanya didominasi oleh lembaga namun juga banyak
jenis layanan dan bantuan berupa subsidi yang dikucurkan oleh pemerintah.Hampir
setiap pergantian pemerintahan meluncurkan program yang berbeda kepada
masyarakat miskin dan yang berpenghasilan rendah.Hal ini menyebabkan tumpang
tindihnya program, aturan dan juga kewenangan lembaga yang bergerak di bidang
keuangan mikro, dan akhirnya bermuara pada susahnya mengukur dan mengevaluasi
keberhasilan program yang ada.Keadaan ini juga menyebabkan LKM baik yang
berbasiskan desa maupun yang terdapat di perkotaan untuk bisa menjalankan usaha
mereka secara berkesinambungan, dalam arti tingkat keberlangsungan hidup LKM
menjadi rendah. Persaingan yang ketat serta tumpang tindihnya kebijakan membuat
banyak LKM yang tidak mampu bersaing, sehingga harus menghentikan usahanya atau
hanya tinggal nama. Sebagai gambaran di sebuah desa di Propinsi Bali, bisa
terdapat lebih dari lima hingga tujuh jenis LKM maupun bank yang menyasar
segmen mikro, diantaranya LPD, KUD, Koperasi Serba Usaha (KSU) atau Koperasi Simpan
Pinjam (KSP) yang didirikan oleh masyarakat, BPR, Teras BRI (Unit mikro BRI),
dan Danamon Simpan Pinjam (DSP). Segmen pasar yang terbatas membuat tiap LKM
harus mampu bersaing, hal yang tentunya amat sulit bagi LKM konvensional jika
harus dihadapkan dengan lembaga modern seperti bank umum dan BPR. Partisipan
keuangan mikro di Indonesia bisa dibagi menjadi tiga kelompok, kelompok pertama
adalah lembaga atau institusi formal dan non-formal, kelompok kedua merupakan
program keuangan mikro baik yang diadakan oleh pemerintah maupun lembaga-
lembaga donor dalam dan luar negeri. Ketiga adalah partisipan individu yang
biasanya informal, tidak mempunyai kekuatan hukum dan menjalankan usahanya
secara ilegal, dalam kelompok ini termasuk para pemburu rente seperti rentenir,
ijon, gadai ilegal, kelompok arisan, dan lain-lain.Sulitnya mengelompokkan
lembaga keuangan mikro dan jenis layanan keuangan mikro membuat mapping atau
pemetaan, pengawasan serta evaluasi layanan keuangan ini sulit
dilakukan.Tumpang tindihnya aturan, kewenangan dan cakupan luas layanan lembaga
keuangan mikro juga turut memberikan andil dalam sulitnya menerapkan strategi
pengembangan yang tepat untuk LKM.Keadaan ini menyebabkan tingkat
keberlangsungan usaha atau sustainability LKM maupun program keuangan mikro
menjadi rendah.Hanya beberapa LKM yang mampu bertahan dan bersaing baik dengan
sesama LKM maupun jenis layanan perbankan yang lebih modern.Tidak terdapatnya
data yang pasti terkait jumlah dan kondisi lembaga-lembaga ini menyulitkan
penulis untuk menyajikan keakuratan terkait jumlah lembaga ini.Banyak lembaga
yang berada dibawah pembinaan pemerintah propinsi, namun tidak ada data yang
pasti dari tiap pemerintah daerah terkait keberadaan lembaga keuangan mikro di
daerah nya.Hanya Lembaga keuangan mikro seperti LPD di Bali yang sudah memiliki
data dan kondisi keuangan yang terekam dengan baik.Ironisnya, justru riset dan
proyek dari institusi asing yang dijadikan acuan dalam memprediksi jumlah serta
keberadaan LKM di Indonesia. Proyek riset ini bersifat musiman, atau tidak
secara periodik memantau keberadaan LKM di Indonesia sehingga keberlanjutan
data dan informasi amat susah ditemui. Dalam memperjelas pemahaman dan wawasan
kita terkait LKM, berikut akan dipaparkan beberapa jenis LKM yang ada di Indonesia.
Paparan akan difokuskan pada LKM yang beroperasi di tingkat kecamatan dan
pedesaan, karena jenis LKM ini yang bersentuhan langsung dengan kelompok
pemerintahan paling kecil yakni Desa.
PERBEDAAN
ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN
Manajemen memiliki pengertian suatu upaya atau proses
upaya seorang pimpinan dengan satu kewenangan tertentu untuk
mewujudkan sesuatu tujuan tertentu dengan memanfaatkan berbagai sumber daya
yang ada dan sudah dikuasai pimpinan itu terutama sumber daya manusia yang
berada di bawah kekuasaannya. Sementara administrasi sendiri memiliki
pengertian mulai dari yang paling sempit hingga yang paling luas. Dalam arti
sempit misalnya administrasi dapat diartikan sebagai keseluruhan
pencatatan secara tertulis dan penyusunan sistematis dari keterangan-keterangan
yang ada agar mempermudah memperoleh ikhtisar keterangan. Kegiatan dalam hal
ini yaitu serangkaian aktivitas menghimpun, mencatat, mengolah, menggandakan,
mengirim dan menyimpan keterangan-keterangan yang diperlukan dalam setiap kerja
sama. Sementara dalam arti luas, administrasi merupakan keseluruhan proses
kerja sama antara dua orang atau lebih dalam rangka mencapai tujuan secara
efektif dan efisien.
Manajemen dan administrasi pada dasarnya
saling berhubungan, kita dapat lihat dari adanya administrator. Administrator
pada hakikatnya adalah juga seorang manajer . Dapat dikatakan sebagai manajer jika para administrator tersebut
menfokuskan pada segala sesuatu yang berkaitan dengan keadaan dan hal – hal
intern dalam organisasinya. Sementara seorang manajer juga menfokuskan kepada
soal – soal intern organisasi. Administrasi sendiri baik dari segi pengertian
sempit ataupun pengertian luas di dalam penyelenggaraannya telah menggunakan
fungsi – fungsi manajemen yang telah ditetapkan menurut George R.Terry yaitu
POAC : Planning (perencanaan), Organizing (pengorganisasian), Actuating
(pelaksanaan), dan Controlling (pengawasan).
Jadi administrasi dapat dikatakan sebagai
penyelenggaraannya dan manajemen adalah orang – orang yang menyelenggarakan
kerja tersebut.
Keluar dari saling berhubungannya manajemen dan
administrasi, terdapat beberapa pandangan mengenai perbedaan dari dua hal
tersebut. Pertama : manajemen lebih luas dan lebih besar peranannya
dibandingkan dengan administrasi, kedua : administrasi lebih luas dan lebih
berperan daripada manajemen, dan yang terakhir : manajemen adalah inti dari
administrasi.
Dikatakan manajemen lebih luas dan lebih besar peranannya
dibandingkan dengan administrasi dikarenakan beberapa orang mengartikan
administrasi sebagai pekerjaan tulis menulis ataupun tata usaha. Dengan
pengertian seperti itu maka administrasi disebut – sebut sebagai unsur bantuan
saja bagi manajemen. Karena dalam manajemen bukan pekerjaaan tulis menulis saja
yang dibutuhkan akan tetapi bagaimana seorang pemimpin dapat melaksanakan dan
mengarahkan tugas suatu organisasi sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Pandangan ini banyak dipercaya oleh para pengusaha–pengusaha niaga dan
industri. Administrasi adalah pelaksana kegiatan, sementara manajemen adalah
yang merencanakan dan mengendalikan.
Daftar Pustaka
_______.Perbedaan Administrasi dan Manajemen Menurut Ahli Definisi dan
Konsep.http://www.administrasipublik.com/2014/08/ perbedaan- administrasi-
dan-manajemen-menurut-ahli-definisi-dan-konsep.html.[10 Mei 2015].
_______.SumberDana Bank Pihak Kesatu.
http://belajarperbankangratis.blogspot.com/2012/04/sumber-dana-bank-dana-pihak-kesatu.html?m=1 [10 Mei
2015].
Baskara,I Gede Kajeng. 2013..Jurnal Buletin Studi Ekonomi, Vol. 18, No.
2, Agustus 2013 : Lembaga Keuangan Mikro Di Indonesia. http://ojs.unud.ac.id
[10 Mei 2015].
Simatupang,patricia.Studi Kasus Dalam Perbankan dan Asuransi.https://patriciasimatupang.wordpress.com/2012/06/11/studi-kasus-dalam-perbankan-dan-asuransi/
[10 Mei 2015].
Wikipedia. Aliran Dana Lembaga
Penjamin Simpanan Pada Bank Century. http://id.wikipedia.org/wiki/Aliran_Dana_Lembaga_Penjamin_Simpanan_pada_Bank_Century
[10 Mei 2015].
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus