(
HAK CIPTA )
MAKALAH
disusun
untuk memenuhi tugas Matakuliah Hukum
Bisnis
Oleh
:
Yudha
Alun P (140910202002)
Ratih Putri (140910202002)
Tiara Gusti A. (140910202004)
Feraldi Insan (140910202005)
Ana Setyani (140910202006)
Ainur Rofi (140910202009)
Asrul (140910202010)
Lilis Dwi I (140910202011)
Nadya Hanum L (140910202012)
Ulfi Dwi S (140910202013)
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI BISNIS
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2016
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum
sipil sebagai lawan dari hukum publik. Hukum perdata mengatur hubungan antara
pendudukatau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan
seseorang,perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan
usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya. Hukum perdata di
Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata
Belanda pada masa penjajahan.
Dalam
kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdapat beberapa bagian
yaitu pada Buku II tentang Kebendaan yang mengatur tentang hukum benda, yaitu
hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan
dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang
dimaksud dengan benda meliputi:
1. benda
berwujud yang tidak bergerak(misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat
tertentu)
2. benda
berwujud yang bergerak, yaitu bendaberwujud lainnya selain yang dianggap
sebagai benda berwujud tidak bergerak.
3. benda
tidak berwujud (misalnya hak tagihatau piutang).
Hubungan Hukum
antara seorang (subjek Hukum) dengan benda yang diatur dalam buku Ke-II Kitab
Undang-undang Perdata menimbulkan kekuasaan langsung kepada seseorang yang
berhak untuk menguasai suatu benda di dalalm tangan siapapun juga benda itu
berada, dengan demikian hak kebendaan bersifat mutlak dalam arti dapat
dipertahankan dan berlaku terhadap siapapun juga dan setiap orang harus
menghormatinya serta dalam hak kebendaan ini selalu ada hubungan langsung
antara orang yang berhak dengan benda meskipun ada campur tangan dari pihak
lain. Jumlah hak kebendaan bersifat terbatas dalam arti hanya ada hak-hak
sepanjang yang sudah ditentukan oleh Undang-undang. Karenanya ketentuan yang
terdapat dalam buku ke-II Kitab undang-undang Perdata umumnya bersifat
Dwingenrechts (memaksa).
Dalam hukum
kebendaan terdapat pelanggaran-pelanggaran yang harus diatasi yaitu pelanggaran
hak cipta atau pembajakan. Pembajakan dan pelanggaran hak cipta tampaknya telah
mendarah daging di masyarakat Indonesia. Terkadang masyarakat sendiri tidak menyadari,
bahwa tindakan yang mereka lakukan adalah suatu bentuk pelanggaran hak cipta.
Bahkan, kegiatan pelanggaran hak cipta seperti tindakan legal yang setiap orang
boleh melakukannya. Di Indonesia seseorang dengan mudah dapat memfoto kopi
sebuah buku, padahal dalam buku tersebut melekat hak cipta yang dimiliki oleh
pengarang atau orang yang ditunjuk oleh pengarang sehingga apabila kegiatan
foto kopi dilakukan dan tanpa memperoleh izin dari pemegang hak cipta maka
dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta. Mendarah dagingnya kegiatan
pelanggaran hak cipta di Indonesia menyebabkan berbagai lembaga pendidikan dan
pemerintah terkadang tidak sadar telah melakukan kegiatan pelanggaran hak
cipta. Padahal, seharusnya berbagai lembaga pemerintah tersebut memberikan
teladan dalam hal penghormatan terhadap hak cipta.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas maka rumusan masalah pada makalah ini yaitu “Bagaimana
implementasi hukum benda pada hak cipta?”
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah diatas tujuan penulisan makalah ini yaitu mendeskripsikan
implementasi hukum benda pada hak cipta.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Tujuan Hukum
Menurut R. Soeroso,
Pengertian Hukum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang
berwenang yang berguna untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang
mempunyai ciri memerintah, melarang dan memaksa dengan menjatuhkan sanksi
hukuman bagi yang melanggarnya.Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia
untuk membatasi tingkah laku manusia agar tingkah laku manusia dapat terkontrol
, hukum adalah aspek terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian
kekuasaan kelembagaan, Hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya
kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu setiap masyarat berhak untuk
mendapat pembelaan didepan hukum sehingga dapat di artikan bahwa hukum adalah
peraturan atau ketentuan-ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur
kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi pelanggarnya.
Tujuan hukum
mempunyai sifat universal seperti ketertiban, ketenteraman,
kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat.
Dengan adanya hukum maka tiap perkara dapat di selesaikan melaui proses
pengadilan dengan prantara hakim berdasarkan ketentuan hukum yang
berlaku,selain itu Hukum bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar setiap orang
tidak dapat menjadi hakim atas dirinya sendiri.
2.2 Bidang Hukum
Hukum dapat dibagi
dalam berbagai bidang, antara lain hukum pidana/hukum
publik, hukum perdata/hukum
pribadi, hukum acara, hukum tata negara,
hukum administrasi
negara/hukum tata usaha negara, hukum internasional, hukum adat,
hukum islam,
hukum agraria,
hukum bisnis,
dan hukum lingkungan.
2.3 Hukum Perdata
Salah satu bidang hukum yang
mengatur hubungan-hubungan antara individu-individu dalam masyarakat dengan
saluran tertentu. Hukum perdata disebut juga hukum privat atau hukum sipil.
Salah satu contoh hukum perdata dalam masyarakat adalah jual beli rumah atau
kendaraan .
Hukum perdata dapat digolongkan antara lain menjadi:
- Hukum keluarga
- Hukum harta kekayaan
- Hukum benda
- Hukum perikatan
- Hukum waris
2.4 Hukum Benda
Berdasarkan Pasal 504 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPer), benda dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu benda bergerak dan benda tidak
bergerak. Mengenai benda tidak bergerak, diatur dalam Pasal 506 – Pasal 508
KUHPer. Sedangkan untuk benda bergerak, diatur dalam Pasal 509 – Pasal 518
KUHPer. Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum
Perdata (hal. 61-62), suatu benda dapat tergolong dalam golongan benda yang
tidak bergerak (onroerend) pertama karena sifatnya, kedua karena tujuan pemakaiannya,
dan ketiga karena memang demikian ditentukan oleh undang-undang.
Lebih lanjut, Subekti menjelaskan bahwa adapun benda yang
tidak bergerak karena sifatnya ialah tanah, termasuk segala sesuatu yang secara
langsung atau tidak langsung, karena perbuatan alam atau perbuatan manusia,
digabungkan secara erat menjadi satu dengan tanah itu. Jadi, misalnya sebidang
pekarangan, beserta dengan apa yang terdapat di dalam tanah itu dan segala apa
yang dibangun di situ secara tetap (rumah) dan yang ditanam di situ (pohon),
terhitung buah-buahan di pohon yang belum diambil. Tidak bergerak karena tujuan
pemakaiannya, ialah segala apa yang meskipun tidak secara sungguh-sungguh
digabungkan dengan tanah atau bangunan, dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau
bangunan itu untuk waktu yang agak lama, yaitu misalnya mesin-mesin dalam suatu
pabrik. Selanjutnya, ialah tidak bergerak karena memang demikian ditentukan
oleh undang-undang, segala hak atau penagihan yang mengenai suatu benda yang
tidak bergerak.
Dalam kamus hukum disebutkan pengertian hukum benda, yaitu:
Hukum benda adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara subyek hukum dengan benda dan hak kebendaan. Menurut Titik Triwulan Tutik, hukum benda adalah suatu ketentuan yang mengatur tentang hak-hak kebendaan dan barang-barang tak terwujud (immaterial). Hukum harta kekayaan mutlak disebut juga dengan hukum kebendaan: yaitu hukum yang mengatur tentang hubungan hukum antara seseorang dengan benda. Hubungan hukum ini, melahirkan hak kebendaan (zakelijk recht) yakni yang memberikan kekuasaan langsung kepada seseorang yang berhak menguasai ssesuatu benda didalam tangan siapapun benda itu. Menurut titik tri wulan tutik mengemukakan pengertian hukum kekayaan relatif yang merupakan bagian dari hukum harta kekayaan, yaitu : ketentuan yang mengatur utang piutang atau yang timbul karena adanya perjanjian. Hukum harta kekayaan relatif disebut juga dengan hukum perikatan. Yaitu : hukum yang mengatur hubungan hukum antara seseorang dengan seseorang lain. Hubungan hukum ini menimbulkan hak terhadap seseorang atau perseorangan (personalijk recht), yakni hak yang memberikan kekuasaan kepada seseorang untuk menuntut seseorang yang lain untuk berbuay sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.
Hukum benda adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara subyek hukum dengan benda dan hak kebendaan. Menurut Titik Triwulan Tutik, hukum benda adalah suatu ketentuan yang mengatur tentang hak-hak kebendaan dan barang-barang tak terwujud (immaterial). Hukum harta kekayaan mutlak disebut juga dengan hukum kebendaan: yaitu hukum yang mengatur tentang hubungan hukum antara seseorang dengan benda. Hubungan hukum ini, melahirkan hak kebendaan (zakelijk recht) yakni yang memberikan kekuasaan langsung kepada seseorang yang berhak menguasai ssesuatu benda didalam tangan siapapun benda itu. Menurut titik tri wulan tutik mengemukakan pengertian hukum kekayaan relatif yang merupakan bagian dari hukum harta kekayaan, yaitu : ketentuan yang mengatur utang piutang atau yang timbul karena adanya perjanjian. Hukum harta kekayaan relatif disebut juga dengan hukum perikatan. Yaitu : hukum yang mengatur hubungan hukum antara seseorang dengan seseorang lain. Hubungan hukum ini menimbulkan hak terhadap seseorang atau perseorangan (personalijk recht), yakni hak yang memberikan kekuasaan kepada seseorang untuk menuntut seseorang yang lain untuk berbuay sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.
Pembedaan berbagai macam kebendaan dalam hukum perdata
berdasarkan perspektif kitab undang-undang hukum perdata. KUH perdata
membeda-bedakan benda dalam berbagai macam:
a.
Kebendaan dibedakan atas benda tidak bergerak (anroe rende zaken) dan benda
bergerak (roerendes zaken) (pasal 504 KUH perdata).
b.
Kebendaan dapat dibendakan pula atas benda yang berwujud atau bertubuh
(luchamelijke zaken) dan benda yang tidak berwujud atau berubah (onlichme Lijke
Zaken) (pasal 503 KUH perdata).
c.
Kebendaan dapat dibedakan atas benda yang dapat dihabiskan (verbruikbare zaken)
atau tak dapat dihabiskan (pasal 505 KUH perdata).
BAB 3
IMPLEMENTASI HUKUM BENDA PADA HAK CIPTA
3.1 Pengertian dan Istilah Hak Cipta
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak yang mengatur karya intelektual di
bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dituangkan dalam bentuk yang khas
dan diberikan pada ide, prosedur, metode atau konsep yang telah dituangkan
dalam wujud tetap. Untuk mendapatkan perlindungan melalui Hak Cipta, tidak ada
keharusan untuk mendaftarkan. Pendaftaran hanya semata-mata untuk keperluan
pembuktian belaka. Dengan demikian, begitu suatu ciptaan berwujud, maka secara
otomatis Hak Cipta melekat pada ciptaan tersebut. Biasanya publikasi dilakukan
dengan mencantumkan tanda Hak Cipta . Perlindungan hukum terhadap pemegang Hak
Cipta dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi
tumbuh dan berkembangnya semangat mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan
sastra.
·
Pencipta
Dalam
hukum hak cipta yang termasuk pencipta dalam UU no. 19 tahun 2002 tentang hak cipta.
Pasal
5 ayat 1 dan 2 yang dianggap sebagai Pencipta adalah:
a)
orang yang namanya terdaftar dalam
Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal; atau
b)
orang yang namanya disebut dalam Ciptaan
atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan.
Kecuali terbukti sebaliknya, pada ceramah yang tidak
menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa Penciptanya, orang
yang berceramah dianggap sebagai Pencipta ceramah tersebut.
Pasal 6
Jika suatu Ciptaan terdiri atas beberapa bagian
tersendiri yang diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai
Pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh Ciptaan
itu, atau dalam hal tidak ada orang tersebut, yang dianggap sebagai Pencipta
adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi Hak Cipta masing-masing
atas bagian Ciptaannya itu.
Pasal 7
Jika suatu Ciptaan yang dirancang seseorang
diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan
orang yang merancang, Penciptanya adalah orang yang merancang Ciptaan itu.
Pasal 8
1.
Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan
dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, Pemegang Hak Cipta
adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya Ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada
perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak Pencipta apabila
penggunaan Ciptaan itu diperluas sampai ke luar hubungan dinas.
2.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berlaku pula bagi Ciptaan yang dibuat pihak lain berdasarkan pesanan yang
dilakukan dalam hubungan dinas.
3.
Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan
kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap
sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain
antara kedua pihak.
Pasal 9
Jika suatu badan hukum mengumumkan bahwa Ciptaan
berasal dari padanya dengan tidak menyebut seseorang sebagai Penciptanya, badan
hukum tersebut dianggap sebagai Penciptanya, kecuali j ika terbukti sebaliknya.
Pasal 10
1.
Negara memegang Hak Cipta atas karya
peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya.
2.
Negara memegang Hak Cipta atas folklor
dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita,
hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian,
kaligrafi, dan karya seni lainnya.
3.
Untuk mengumumkan atau memperbanyak
Ciptaan tersebut pada ayat (2), orang yang bukan warga negara Indonesia harus
terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalam masalah
tersebut.
4.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak
Cipta yang dipegang oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
1.
Jika suatu Ciptaan tidak diketahui
Penciptanya dan Ciptaan itu belum diterbitkan, Negara memegang Hak Cipta atas
Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.
2.
Jika suatu Ciptaan telah diterbitkan
tetapi tidak diketahui Penciptanya atau pada Ciptaan tersebut hanya tertera
nama samaran Penciptanya, Penerbit memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut
untuk kepentingan Penciptanya.
3.
Jika suatu Ciptaan
telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya dan/atau Penerbitnya,
Negara memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.
3.2
Lingkup Hak Cipta
3.2.1 Ciptaan yang dilindungi
Pasal 12 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta menetapkan secara rinci ciptaan yang dapat dilindungi, yaitu:
·
buku, program komputer, pamflet,
perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis
lain;
·
ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan
lain yang sejenis dengan itu;
·
alat peraga yang dibuat untuk
kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
·
lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
·
drama atau drama musikal, tari,
koreografi, pewayangan, dan pantomim;
·
seni rupa dalam segala bentuk seperti
seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase,
dan seni terapan;
·
arsitektur;
·
peta;
·
seni batik;
·
fotografi;
·
sinematografi;
·
terjemahan, tafsir, saduran, bunga
rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
3.2.2 Ciptaan yang tidak diberi Hak Cipta
Sebagai pengecualian
terhadap ketentuan di atas, tidak diberikan Hak Cipta untuk hal-hal berikut:
·
hasil rapat terbuka lembaga-lembaga
Negara;
·
peraturan perundang-undangan;
·
pidato kenegaraan atau pidato pejabat
Pemerintah;
·
putusan pengadilan atau penetapan hakim;
atau
·
keputusan badan arbitrase atau keputusan
badan-badan sejenis lainnya.
3.3
Bentuk dan Lama Perlindungan
Bentuk perlindungan yang diberikan
meliputi larangan bagi siapa saja untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan
yang dilindungi tersebut kecuali dengan seijin Pemegang Hak Cipta.Jangka waktu
perlindungan Hak Cipta pada umumnya berlaku selama hidup Pencipta dan terus
berlangsung hing\ga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia.
Namun demikian, pasal 30 UU Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta atas Ciptaan:
- program komputer;
- sinematografi;
- fotografi;
- database; dan
- karya hasil pengalihwujudan
berlaku
selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
3.4 Hak-hak yang tercakup dalam hak
cipta
3.4.1 Hak eksklusif
Beberapa hak eksklusif yang umumnya
diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:
·
membuat salinan atau reproduksi ciptaan
dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan
elektronik),
·
mengimpor dan mengekspor ciptaan,
·
menciptakan karya turunan atau derivatif
atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
·
menampilkan atau memamerkan ciptaan di
depan umum,
·
menjual atau mengalihkan hak eksklusif
tersebut kepada orang atau pihak lain.
Yang dimaksud dengan
“hak eksklusif” dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang
bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang
melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta. Konsep
tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak
cipta termasuk “kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi,
mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor,
memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan
mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun”. Selain itu,
dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula “hak terkait”, yang berkaitan
dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku
karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser rekaman
suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi
kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing
(UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab VII). Sebagai contoh, seorang penyanyi
berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya. Hak-hak
eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya
dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik
hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut
dengan lisensi, dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).
3.4.2 Hak ekonomi dan hak moral
Banyak negara mengakui adanya hak moral yang
dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang
secara inter alia juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan
Konvensi Bern). Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah
atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan
tersebut. Menurut konsep Hukum Kontinental (Prancis), “hak pengarang” (droit
d'aueteur, author right ) terbagi menjadi “hak ekonomi” dan “hak
moral” (Hutagalung, 2012). Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep
“hak ekonomi” dan “hak moral”. Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat
ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri
pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan
dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan.
Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan,
walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan
pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.
3.5
Pelanggaran dan Sanksi Hak Cipta
Dengan menyebut atau mencantumkan sumbernya, tidak dianggap sebagai
pelanggaran Hak Cipta atas:
- penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
- pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan;
- pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
- ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
- pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
- perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial;
- perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
- perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan;
- pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Menurut Pasal 72 Undang-Undang Hak Cipta, bagi mereka yang dengan
sengaja atau tanpa hak melanggar Hak Cipta orang lain dapat dikenakan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Selain itu, beberapa sanksi lainnya adalah:
- Menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta dipidana dengan dengan pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
- Memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
3.6
Perolehan Hak Cipta
Setiap negara menerapkan persyaratan
yang berbeda untuk menentukan bagaimana dan bilamana suatu karya berhak
mendapatkan hak cipta; di Inggris misalnya, suatu ciptaan harus mengandung
faktor “keahlian, keaslian, dan usaha”. Pada sistem yang juga berlaku
berdasarkan Konvensi Bern, suatu hak cipta atas suatu ciptaan diperoleh tanpa
perlu melalui pendaftaran resmi terlebih dahulu, bila gagasan ciptaan sudah terwujud
dalam bentuk tertentu, misalnya pada medium tertentu (seperti lukisan, partitur
lagu, foto, pita video, atau surat), pemegang hak cipta sudah berhak atas hak
cipta tersebut. Namun, walaupun suatu ciptaan tidak perlu didaftarkan dulu
untuk melaksanakan hak cipta, pendaftaran ciptaan (sesuai dengan yang
dimungkinkan oleh hukum yang berlaku pada yurisdiksi bersangkutan) memiliki
keuntungan, yaitu sebagai bukti hak cipta yang sah. Pemegang hak cipta bisa
jadi adalah orang yang memperkerjakan pencipta dan bukan pencipta itu sendiri
bila ciptaan tersebut dibuat dalam kaitannya dengan hubungan dinas. Prinsip ini
umum berlaku; misalnya dalam hukum Inggris (Copyright Designs and Patents
Act 1988) dan Indonesia (UU 19/2002 pasal 8). Dalam undang-undang yang berlaku
di Indonesia, terdapat perbedaan penerapan prinsip tersebut antara lembaga
pemerintah dan lembaga swasta.
BAB 4
CONTOH KASUS
PELANGGARAN HAK CIPTA
Kasus sengketa sepeda motor Tossa
Krisma dengan Honda Karisma
Kasus ini
berawal dari kesalahan penemu merek. Dilihat dengan seksama antara Krisma dan
Karisma memiliki penyebutan kata yang sama. Tossa Krisma diproduksi oleh
PT.Tossa Sakti, sedangkan Honda Karisma diproduksi oleh PT.Astra Honda Motor.
PT.Tossa Sakti tidak dapat dibandingkan dengan PT.Astra Honda Motor (AHM),
karena PT.AHM perusahaan yang mampu memproduksi 1.000.000 unit sepeda motor per
tahun. Sedangkan PT.Tossa Sakti pada motor Tossa Krisma tidak banyak konsumen
yang mengetahuinya, tetapi perusahaan tersebut berproduksi di kota-kota Jawa Tengah,
dan hanya beberapa unit di Jakarta.
Permasalahan
kasus ini tidak ada hubungan dengan pemroduksian, tetapi masalah penggunaan
nama Karisma oleh PT.AHM. Sang pemilik merek dagang Krisma (Gunawan Chandra),
mengajukan gugatan kepada PT.AHM atas merek tersebut ke jalur hukum. Menurut
beliau, PT.AHM telah menggunakan merek tersebut dan tidak sesuai dengan yang
terdaftar di Direktorat Merek Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum
dan HAM. Bahkan PT.AHM diduga telah menggunakan merek tidak sesuai prosedur,
karena aslinya huruf Karisma di desain dengan huruf balok dan berwarna hitam
putih, sedangkan PT.AHM memproduksi motor tersebut dengan tulisan huruf sambung
dengan desain huruf berwana. Akhirnya permohonan Gunawan Chandra dikabulkan
oleh hakim Pengadilan Niaga Negeri.
Namun,
PT.AHM tidak menerima keputusan dari hakim pengadilan, bahkan mengajukan
keberatan melalui kasasi ke Mahkamah Agung. PT.AHM menuturkan bahwa sebelumnya
Gunawan Chandra merupakan pihak ketiga atas merek tersebut. Bahkan, beliau menjiplak
nama Krisma dari PT.AHM (Karisma) untuk sepeda motornya. Setelah mendapat
teguran, beliau membuat surat pernyataan yang berisikan permintaan maaf dan
pencabutan merek Krisma untuk tidak digunakan kembali, namun kenyataannya
sampai saat ini beliau menggunakan merek tersebut.
Hasil dari
persidangan tersebut, pihak PT.Tossa Sakti (Gunawan Chandra) memenangkan kasus
ini, sedangkan pihak PT.AHM merasa kecewa karena pihak pengadilan tidak
mempertimbangkan atas tuturan yang disampaikan. Ternyata dibalik kasus ini
terdapat ketidakadilan bagi PT.AHM, yaitu masalah desain huruf pada Honda
Karisma bahwa pencipta dari desain dan seni lukis huruf tersebut tidak
dilindungi hukum.
Dari kasus
tersebut, PT.AHM dikenakan pasal 61 dan 63 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang
merek sebagai sarana penyelundupan hukum. Sengketa terhadap merek ini terjadi
dari tahun 2005 dan berakhir pada tahun 2011, hal ini menyebabkan penurunan
penjualan Honda Karisma dan pengaruh psikologis terhadap konsumen. Kini, PT.AHM
telah mencabut merek Karisma tersebut dan menggantikan dengan desain baru yaitu
Honda Supra X dengan bentuk hampir serupa dengan Honda Karisma.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Subekti. 2003. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta:
Intermasa.
Kansil, Cst.1982. Pengantar
Ilmu dan Tata Hukum Indonesia.Cetakan ke-8.Jakarta.Balai Pustaka
Tutik, Titik Tri Wulan.2006.Pengangtar Hukum Perdata di Indonesia.Jakarta.Perpustakaan
Nasional: Katalog dalam terbitan (Kdt).
Internet
https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar